Makna Filosofis Kain Jarik Dalam Busana Adat Jawa - Cerita Kita

Kain Jarik
Sumber :
  • Pexels / Reynaldo Yodia

Cerita Kita – Masyarakat Jawa tentu sudah tidak asing lagi dengan kain jarik yang menjadi salah satu budaya dalam busana adat Jawa.

 

Tak heran jika kain jarik menjadi salah satu jenis kain yang cukup melekat dalam kehidupan masyarakat Jawa. 

 

Disisi lain, kain jarik menjadi salah satu jenis kain di Indonesia yang berasal dari pulau Jawa dan banyak digunakan di wilayah Jawa Timur atau Jawa Tengah. 

 

Motifnyapun juga beragam, maka tak heran di era saat ini kain jarik juga menjadi salah satu mode fashion yang masih digunakan oleh sebagian orang utamanya dalam kegiatan atau upacara adat Jawa. 

 

Jarik memiliki sebuah makna, yaitu "Aja gampang sirik" dalam bahasa Jawa yang berarti "Jangan mudah iri".

 

Makna lainnya dari jarik adalah sifat iri hati akan membuat rasa emosional dalam menghadapi segala persoalan hidup. 

 

Sehingga pesan tersiratnya adalah jangan mudah iri kepada orang lain, karena iri bisa menimbulkan rasa emosional dan mudah dendam kepada orang lain. 

 

Selain itu kain jarik juga melambangkan status sosial pada zaman dahulu kala. Tampilannya yang unik dan menarik terlihat dari motif sekaligus warnanya. 

 

Namun begitu, kain jarik menyimpan cukup banyak fakta yang tersembunyi dan bisa dipelajari loh. 

 

Umumnya jarik sendiri merupakan sebutan untuk pakaian adat Jawa yang berwujud sebuah kain panjang dan dikenakan untuk menutupi tubuh sepanjang kaki.

 

Dikutip Cerita Kita dari berbagai sumber, kain jarik digunakan sebagai simbol tingkatan hidu[ dan status sosial seseorang yang bisa dilihat dari motif jariknya.

 

Jarik juga dapat menggambarkan dari mana seseorang berasal, karena biasanya setiap daerah punya ciri dan motif yang berbeda. 

 

Meski kain jarik dulunya digunakan untuk menunjukkan status sosial, akan tetapi secara umum jarik bisa digunakan oleh siapapun karena fungsinya yang beragam. 

 

Fakta uniknya kain jarik yang membebat tubuh wanita mempunyai arti bahwa seseorang tersebut harus menjaga dirinya dalam artian tidak mudah menyerahkan diri kepada siapapun. 

 

Jenisnya sendiri juga sangat beragam, mulai dari Sidomukti Magetan, Sidoasih, Truntum, Kawung, Parang, hingga Sidoluhur. 

 

Berbicara soal kain jarik, ada beberapa pakem penggunaan jarik untuk pernikahan, jelang melahirkan, sampai upacara kematian.

 

Pada upacara pernikahan adat Jawa, dalam serangkainnya kain batik dipakai untuk prosesi siraman, midodareni, akad nikah, dan resepsi. 

 

Sementara itu dalam upacara jelang kelahiran, salah satu adat dari Jawa adalah jika seseorang sudah di umur kehamilan tujuh bulan maka calon ibu harus berganti mengenakan enam kain batik dan satu kain lurik. 

 

Terakhir pada upacara kematian, motif jarik yang biasa digunakan adalah jenis slobok yang melambangkan duka cita. Dengan demikian harapannya arwah yang meninggal dapat diberikan kelonggaran dan dilapangkan kuburnya. 

 

Cukup menarik bukan makna filosofis yang terkadung dalam kain jarik dalam busana adat Jawa. Semoga informasi diatas bisa menambah wawasan anda semua.