Mengenal Tradisi Pecingan, Bagi-bagi Angpao Khas Lebaran ke Anak-anak
- © Shutterstock/Willy Sebastian
Cerita Kita – Merayakan Hari Raya Idul Fitri atau dilakukan berbagai macam cara dan tradisi yang turun-temurun di suatu daerah. Selain tentunya bersilaturahmi, lebaran juga menjadi momentum yang sangat dinanti oleh anak-anak.
Seperti yang dilakukan masyarakat Brebes, Jawa Tengah. Di mana yang sepuh memberikan amplop berisi uang, biasanya orang-orang dewasa yang sudah berpenghasilan atau bekerja. Tradisi ini dikenal dengan istilah pecingan.
Pemberian pecingan atau angpao kepada anak-anak oleh orang tuanya, diberikan sebagai bentuk hadiah setelah berpuasa selama satu bulan penuh.
Khususnya di daerah Tegal-Brebes tradisi pecingan merupakan tradisi yang biasa dilaksanakan pada saat lebaran tiba maupun hari besar yang lain. Terjadi ketika yang seseorang yang lebih dewasa memberikan uang kepada seseorang yang lebih muda.
Bahkan tradisi ini bukan hanya diperuntukkan untuk anak muda saja, karena bisa saja yang muda mecingi (memberikan uang) kepada yang lebih dewasa. Tradisi ini dilihat dari sisi kemapaman seseorang, sudah bekerja atau belum, bukan berdasarkan status perkawinan.
Angpao THR lebaran buat anak-anak
- Ist
Karena yang belum menikah pun bila sudah mapan bisa juga mecingi (memberikan uang).
Nominalnya pun disesuaikan dengan usia seseorang. Tingkat kesuksesan bagi yang memberi. Di sini, semakin bertambah tahun bertambah usia maka nominal yang diberikan biasanya semakin besar.
Berbeda dengan anak-anak yang masih rebutan permen. Pecingan biasa diberikan saat hari lebaran atau tepat setelah salat idul Fitri. Biasanya setelah nyadran atau ziarah kubur kemudian dilanjutkan silaturahmi.
Nyadran sendiri tradisi yang juga dilanggengkan dalam rangka ziarah kubur untuk mendoakan para insan yang telah menghadap-Nya. Arti sesungguhnya nyadran dilansir dari berbagai sumber berasal dari bahasa sansekerta sraddha yang artinya keyakinan.
Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan masyarakat Jawa terutama Jawa Tengah dengan tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan. Dalam bahasa Jawa sendiri nyadran berasal dari kata sadran yang artinya ruwah syakban.
Jadi nyadran merupakan suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga. Dan puncaknya berupa kenduri selamat di makam leluhur.
Biasanya dilakukan setelah shalat idul fitri atau sebelum lebaran tiba, tepatnya saat bulan Ramadhan. Meski masyarakat disini biasanya menyebut nyadran untuk berkunjung atau mengunjungi sanak family guna silaturahmi.
Namun begitu, setelah salat idul fitri, dapat juga dilanjut dengan berziarah, kemudian berkunjung ke rumah sanak saudara satu-persatu, ke rumah tetangga, bermaaf-maafan memfitrahkan diri di hari yang suci ini. Dan biasanya menjadi ajang untuk memberikan pecingan dan saling mecingi satu sama lain.
Tak lupa, seseorang biasanya juga saling memberikan bingkisan atau parsel ke sesama tetangganya atau kepada yang lebih dewasa. Hal ini sudah menjadi tradisi turun temurun. Mengajarkan kita bahwa sebagai saudara seiman setanah air harus saling berbagi dan memaafkan serta menebar benih-benih kedamaian.
Sumber: tebuireng.online/tvOne