Orang Jawa Pantang Gelar Pernikahan di Bulan Suro, Ternyata Ini Alasannya!
- Pexels/Emma Bauso
Banyuwangi, Cerita Kita – Sebagian diantara kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan mitos larangan masyarakat Jawa menggelar acara pernikahan atau hajatan saat bulan Suro atau Muharram.
Menurut beberapa sumber, dikatakan bahwa bulan Suro menjadi salah satu bulan yang dikeramatkan oleh masyarakat Jawa. Dimana pada bulan ini diyakini apabila ada yang melanggar maka akan mendapatkan bala atau sial.
Tak hanya itu, jika menggelar hajatan atau menikah di bulan Suro maka dikhawatirkan akan mengalami kesukaran dalam kehidupan rumah tangga.
Beberapa Primbon Jawa juga menyebutkan, agar masyarakat suku Jawa tidak melaksanakan pernikahan atau hajatan lainnya di bulan Suro.
Tetapi dalam hal ini tidak disebutkan secara detail tentang persoalan larangan menggelar hajatan di bulan Suro atau Muharram, dan tidak diketahui secara pasti apa saja dampaknya.
Dilansir dari berbagai sumber, menurut ilmu titen pantangan menikah di bulan Suro atau Muharram dapat menimbulkan malapetaka.
Namun, sekali lagi kepercayaan terhadap pantangan-pantangan yang berkaitan dengan bulan Suro sudah menjadi salah satu Mitos yang diyakini dari generasi ke generasi.
Lebih lanjut, terdapat beberapa anggapan yang menyebutkan adanya kisah besar dibalik bulan Suro atau Muharram. Sehingga sepatutnya pada bulan ini lebih baik digunakan untuk menghormati para leluhur.
Bulan Muharram juga menjadi bulan prihatin bagi anak dan cucu Rasulullah SAW. Dimana cucu Nabi Muhammad bernama Husain bin Ali bin Abi Thalib wafat, sehingga bulan Asyura atau Suro dianggap sebagai bulan duka.
Meski demikian bulan Muharram yang merupakan penanggalan tahun baru Islam dan menjadi bulan keramat menurut masyarakat Jawa, bulan ini juga salah satu bulan yang memiliki keistimewaan.
Perlu diketahui, bulan Muharram adalah salah satu bulan al-asyhur al-hurum atau bulan yang dimuliakan selain Dzulhijjah, Rajab, dan Dzulqaidah. Pada bulan ini pula terdapat larangan agar tidak melakukan peperangan.