Dewan Pakar BPIP: Astacita Prabowo Aktualisasi Demokrasi Ekonomi Pancasila

Dewan Pakar BPIP Dr. Darmansjah Djumala
Sumber :

Kupang – Dalam upaya menyerap aspirasi daerah dalam pengentasan kemiskinan, BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Kupang menyelenggarakan diskusi denga tema “Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara dalam Berbangsa dan Bernegara” di Kupang, 17 Oktober 2024. 

Forum diskusi menghadirkan para pakar dan akademisi antara lain Ester Jusuf, Marianus Kleden, Bona Beding, Dr. Philipus Tule, SVD, Romo Charles Beraf SVD, dan Prof. Dr. Zainur Wula, S.Pd, M.Si. 

Forum diskusi tersebut merupakan bagian dari rangkaian Forum Group Discussion yang diadakan BPIP di 7 kota untuk menyusun rekomendasi terkait bidang tertentu.

Rekomendasi kebijakan tersebut nantinya akan disampaikan kepada pemerintahan baru yang dilantik 20 Oktober 2024. 

Diskusi yang dipandu oleh Prof. Dr. Muhammad Amin Abdullah tsb. memfokuskan bahasannya pada isu etika dan moralitas para penyelenggara negara utamanya dalam kaitannya dengan isu kemiskinan dan kedaulatan ekonomi rakyat. 

Mengomentari diskusi dimaksud, Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, Dr. Darmansjah Djumala, mengatakan bahwa topik yang diangkat BPIP ini sangat relevan dengan situasi saat ini. 

Diungkapkannya, di tengah masih tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia, kita menyaksikan masih maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dalam penyelenggaraan negara. Praktik korupsi terbukti dengan terakumulasinya pendapatan negara pada sekelompok kecil masyarakat tertentu. 

Dr. Djumala menunjukkan data Credit Suisse 2017 bahwa 10% orang terkaya di Indonesia kuasai menguasai 75% kekayaan negara. Dalam hal kepemilikan asset produksi pun menunjukkan data yang memprihatinkan. 

Data menunjukkan bahwa hanya 1% populasi menguasai 58% lahan di Indonesia. Dari total daratan Indonesia, seluas 44% dikuasai pemilik konsesi pertambangan.  

“Dengan data ini saja sekilas terlihat bahwa ada kesenjangan dalam kepemilikan asset produksi di masyarakat,” kata Dr. Djumala.

Menurut Dr. Djumala disinilah letak permasalahan kedaulatan ekonomi rakyat. Dikatakannya, kedaulatan ekonomi rakyat itu sejatinya adalah demokrasi ekonomi sesuai nilai Pancasila. 

Lebih jauh Dr. Djumala, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB, menyoroti bahwa jika konsisten dengan jiwa Pasal 33 UUD 1945, strategi kebijakan pengentasan kemiskinan mestinya juga memperhatikan kedaulatan ekonomi rakyat.

Hal itu bisa dilakukan dengan mereorientasikan kebijakan pembangunan ekonomi yang memberi akses lebih besar kepada rakyat terhadapkepemilikan asset-asset produksi, seperti modal dan lahan.

Terbukanya akses rakyat terhadap kepemilikan sumber daya dan asset produksi diharapkan dapat membantu terciptanya kedaulatan ekomomi rakyat. 

Dr. Djumala mengapresiasi visi-misi Astacita Presiden Prabowo yang menempatkan prioritas pertamanya pada upaya memperkokoh ideologi Pancasila. 

“Astacita Presiden Prabowo merupakan komitmen untuk menjabarkan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan pembangunan. Pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan menerapkan demokrasi ekonomi yang sesuai dengan sila ke-5 Pancasila, menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” demikian tutup Dr. Djumala dalam keterangan persnya.