MPSI Desak DPR Panggil Jokowi Terkait Terbitnya HGB Laut di Tangerang

Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI), Noor Azhari
Sumber :

Jakarta –Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI), Noor Azhari, mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memanggil mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna dimintai keterangan dan mempertanggungjawabkan terbitnya Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah laut pesisir Tangerang. Permasalahan ini dinilai sebagai bentuk kelalaian pemerintah sebelumnya yang perlu diungkap di hadapan publik.

"Setingkat Rapat Kerja DPR dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun belum mampu membuka misteri di balik pemagaran laut di Desa Kohod, Tangerang, Banten. Ini adalah persoalan serius yang melibatkan kejahatan terorganisir, manipulasi, dan korupsi untuk merekayasa geografis serta sosial politik demi kepentingan segelintir elit ekonomi dan politik, baik lokal maupun nasional," ujar Noor Azhari dalam keterangannya saat wawancara kepada wartawan. 

Menurutnya, DPR memiliki kewenangan konstitusional untuk memanggil siapa saja, termasuk mantan presiden, dalam rangka mengungkap kebijakan-kebijakan yang dinilai keliru dan merugikan negara. Hal ini sesuai dengan Pasal 20A UUD 1945 yang memberikan fungsi pengawasan kepada DPR. "Ini bukan sekadar kesalahan administrasi, tapi bentuk kejahatan besar terhadap kedaulatan dan kepentingan rakyat," tegas Noor Azhari.

Ia juga menyoroti kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang dianggap tidak transparan dalam menjelaskan detail terkait pemagaran laut dan penerbitan sertifikat tersebut. 

“Dalam beberapa rapat kerja dengan DPR, Trenggono dinilai hanya berkelit, mengalihkan isu, dan menyembunyikan informasi terkait pihak-pihak yang bertanggung jawab. KKP juga belum mampu menjelaskan siapa sutradara di balik terbitnya sertifikat laut  Ketidaktransparan ini mencerminkan lemahnya akuntabilitas birokrasi kita," lanjut Noor Azhari.

MPSI juga meminta Presiden Prabowo Subianto untuk turut memanggil Bank Indonesia (BI) guna menyelidiki kemungkinan sertifikat laut tersebut telah diagunkan ke perbankan. Kecurigaan tersebut diindikasikan apabila adanya transaksi perbankan yang melibatkan dokumen tersebut, sehingga kredibilitas sistem keuangan nasional turut dipertaruhkan.

"Bank sentral memiliki kewenangan dan fasilitas untuk melakukan pengecekan dokumen negara, termasuk sertifikat laut. Jika benar ada praktik seperti itu, ini adalah tamparan keras bagi transparansi ekonomi kita," ungkap Noor Azhari.