IDW Desak Koalisi Masyarakat Sipil Tanggung Jawab Jika Narkoba Makin Marak Pasca Revisi UU TNI
Jakarta – Direktur Eksekutif Indo Defends Watch (IDW), Malkin Kosepa, desak kelompok Koalisi Masyarakat Sipil bertanggung jawab atas potensi meningkatnya peredaran narkotika di Indonesia pasca disahkannya revisi UU TNI dalam Sidang Paripurna DPR pada 20 Maret lalu.
Salah satu poin krusial dalam revisi tersebut adalah penghapusan peran TNI dalam penanggulangan dan pemberantasan narkotika, yang sebelumnya menjadi bagian dari tugas perbantuan dalam menjaga keamanan nasional.
“Mereka yang menolak keras keterlibatan TNI dalam perang melawan narkotika kini harus siap mempertanggungjawabkan dampaknya. Jika kejahatan narkotika meningkat akibat keputusan ini, apakah mereka akan tetap diam?” ujarnya.
Menurutnya, tudingan pertanggungjawaban itu, dimana sebelumnya Wakil Ketua DPR, Dasco menyebut masukan untuk mengeliminasi poin narkotika dalam kewenangan OMSP TNI datang dari beberapa perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan seperti Al Araf dan Usman Hamid.
"Jadi jelas jika prevalensi peredaran narkotika semakin tinggi di Indonesia siapa yang bertanggungjawab ya kelompok tersebut ya,”katanya.
Kekhawatiran Kosepa bukan tanpa dasar, berdasarkan data BNN tahun 2024, Indonesia saat ini menghadapi darurat narkoba dengan estimasi 4,8 juta pengguna aktif.
"Bahkan, setiap hari diperkirakan ada 30-40 orang meninggal dunia akibat penyalahgunaan narkotika. Dengan jaringan sindikat internasional yang semakin kuat, penghapusan peran TNI dalam pemberantasan narkotika dikhawatirkan akan melemahkan upaya penegakan hukum dan membuka celah bagi para bandar untuk semakin leluasa beroperasi,” tegasnya.
Tambahnya, dalam aspek hukum, Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 menegaskan bahwa TNI memiliki peran dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara. Sebelumnya, melalui Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010, TNI diberi wewenang membantu Polri dan BNN dalam operasi pemberantasan narkotika.
"Namun, dengan revisi UU TNI yang baru disahkan, peran tersebut kini dihapus, yang berarti ada potensi pelemahan terhadap penindakan terhadap kejahatan luar biasa ini", sesalnya.
Kosepa juga mengingatkan bahwa banyak negara dengan tingkat kejahatan narkotika tinggi, seperti Meksiko dan Filipina, mengandalkan keterlibatan militer dalam memerangi kartel narkoba yang semakin terorganisir.
“Di saat negara lain justru memperkuat peran militernya dalam menghadapi ancaman narkotika, kita malah menarik mundur TNI dari garda terdepan. Ini adalah langkah mundur yang bisa berdampak fatal,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Kosepa mempertanyakan apakah ada pengaruh kartel narkotika di balik penghapusan peran TNI ini. Kebijakan yang melemahkan perang terhadap narkotika harus dicurigai sebagai bagian dari agenda tersembunyi kelompok tertentu yang ingin memperlebar jalur bisnis gelap mereka.
“Apakah ini murni keputusan politik, atau ada kepentingan besar yang bermain? Kita tidak bisa menutup mata terhadap kemungkinan adanya infiltrasi kartel dalam kebijakan negara. Jika benar ada pengaruh semacam itu, ini adalah pengkhianatan terhadap bangsa dan masa depan generasi muda kita,” tutupnya.