Rekayasa Penangkapan Cawabup Ii Sumirat Berbuntut Panjang, Massa Duduki Kantor Bawaslu Bengkulu Selatan

Massa aksi di Bawaslu Bengkulu Selatan
Sumber :

Bengkulu Selatan – Ratusan massa kembali menggeruduk kantor Bawaslu Bengkulu Selatan, Rabu (14/5/2025). Aksi kali ini berlangsung panas. Ratusan massa yang mengatasnamakan simpatisan paslon nomor 2, Suryatati-Ii Sumirat, berkumpul di depan kantor Bawaslu. 

Mereka menyampaikan kekecewaaannya atas sikap Bawaslu yang tidak serius mengusut dan menindak laporan pelanggaran selama pelaksanaan PSU.

Utamanya, kasus rekayasa penangkapan terhadap Cawabup paslon nomor 2 Ii Sumirat serta penyebaran hoaks mengenai penangkapan tersebut oleh tim Paslon nomor 3 Rifai-Yevri.

Aksi yang berlangsung hingga sekitar pukul 18.00 itu sempat diwarnai insiden saling dorong dengan aparat kepolisian.

Massa juga melakukan aksi teatrikal dengan membakar surat keterangan penghentian 20 laporan yang dilaporkan oleh tim paslon 02, sebagai simbol ketidakpuasan atas kinerja Bawaslu Bengkulu Selatan.

Dalam orasinya, Herman Lufti selaku koordinator aksi, mempertanyakan sejumlah nama yang diduga menjadi pelaku rekayasa penangkapan serta pembuat dan penyebar berita hoaks. 

"Kenapa Septin pembuat dan penyebar berita hoaks tidak ditangkap? Kenapa Habibur Rahman pembuat dan penyebar berita hoaks tidak ditangkap?" tanya orator. 

Nama lain seperti Ari Sumarlin, Andika Rifai dan Wadimin serta Rasya Alex juga disebut.

"Setuju ditangkap?," "setuju," jawab massa serempak.

Lufti menyatakan, rekayasa penangkapan itu adalah cara-cara kotor dan biadab. Menurutnya, tidak ada yang berhak melakukan pengadangan dan pengeledahan kecuali penegak hukum atas dasar alasan yang dibenarkan hukum.

"Ini negara hukum bukan negara preman. Maka semua nama yang disebut harus diadili, tangkap dan penjarakan. Bila pihak hukum tidak memproses, maka berarti ada cawe-cawe," " kata Lufti.

Massa menuding Bawaslu tidak netral dan tidak profesional. Bawaslu tidak menunjukkan keseriusan alih-alih tampak ciut dalam mengusut 20 laporan dari paslon 02.

"Bawaslu omong kosong, tidak profesional, 20 laporan tentang pelaku rekayasa penangkapan dan penyebaran hoaks penangkapan Ii Sumirat  yang tersebar di seluruh TPS se-Kabupaten Bengkulu Selatan dianggap angin lalu, kami sangat kecewa," kata koordinator aksi Herman Lufti.

Lufti menegaskan, tidak ada alasan bagi Bawaslu untuk mengabaikan kasus rekayasa penangkapan Ii Sumirat jika benar-benar bertindak profesional.

“Cawabup kami digerebek 9 jam sebelum pencoblosan lalu disebar fitnah bahwa Ii Sumirat ditangkap polisi karena korupsi, apa itu bukan pelanggaran? Peristiwanya jelas, bukti-bukti lengkap, sudah dilapor semua, tapi mengapa Bawaslu diam saja, tidak ada tindak lanjut,” lanjutnya dengan nada kecewa.

Lufti menyampaikan, sebagai simpatisan Suryatati-Ii Sumirat pihaknya mengaku marah serta  tidak terima dengan rekayasa penangkapan tersebut.

Kemarahan pihaknya memuncak lantaran sikap Bawaslu seolah mempermainkan laporan yang disampaikan.

“Kalau begini kan berarti Bawaslu main-main. Kami hanya menuntut keadilan tapi mengapa kami diperlakukan tidak adil seperti ini,” tegasnya.

Untuk kelima kalinya pendukung paslon 02, mendatangi Bawaslu Kabupaten Bengkulu Selatan dengan aksi damai, akan tetapi Bawaslu abaikan laporan itu.

"Jangan salahkan kami kalau dalam aksi berikutnya, Aksi kami anarkis" ujar arif, salah satu Peserta aksi demo. 

Diketahui, calon wakil bupati Bengkulu Selatan nomor urut 2 Ii Sumirat menjadi korban rekayasa penangkapan pada malam pelaksanaan PSU Bengkulu Selatan, Jumat (18/4), atau 9 jam sebelum pencoblosan.

Kasus rekayasa penangkapan tersebut telah dilaporkan ke Polres serta beberapa kali ke Bawaslu Bengkulu Selatan. 

Namun alih-alih mengusut dan menindak para pelaku, Bawaslu setempat justru menghentikan status laporan karena dinilai tidak terbukti sebagai pelanggaran pemilihan.

Pengamat politik Citra Institute Yusak Farchan menyayangkan sikap Bawaslu yang cenderung abai terhadap kasus rekayasa penangkapan cawabup Ii Sumirat.

Menurutnya, kasus tersebut merupakan modus baru kejahatan pilkada serta lebih parah dari politik uang.

Modus tersebut masuk dalam kategori kejahatan besar pilkada karena dampaknya yang luar biasa.

“Kita sepakat bahwa politik uang merusak demokrasi. Tapi kasus ini lebih parah lagi, lebih sadis, karena di samping merusak demokrasi juga mengancam hak asasi,” ungkapnya.

Yusak menyarakan Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi (MK) mengusut dan menindak tegas kasus rekayasa itu serta tidak menganggapnya sebatas pelanggaran biasa.

“Jangan kasih ruang penjahat demokrasi model ini, mesti dihukum berat. Dan karena ini lebih jahat dari politik uang, maka kubu yang melakukan sejatinya layak didiskualifikasi,” tegasnya.