Hendri Jayadi: Dominus Litis berpotensi menimbulkan Tumpang Tindih
Jakarta – Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) masih dalam pembahasan di Komisi III DPR RI hingga saat ini.
Terkait hal tersebut, masih terdapat pro dan kontra dari berbagai kalangan, termasuk dari beberapa akademisi dan ahli hukum terutama mengenai asas dominus litis yang membuat kewenangan kejaksaan akan semakin dominan dalam penegakan hukum.
Salah satu ahli dan akademisi hukum sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, Dr. Hendri Jayadi Pandiangan, S.H., M.H. berpendapat bahwa asas dominus litis saat ini berlaku bagi Kejaksaan dalam tindak pidana khusus yaitu Korupsi, dimana Kejaksaan dapat menjadi Penyidik dan sekaligus penuntut.
Akan tetapi ada kekawatiran kedepan dimana asas dominus litis dapat memusatkan kekuasaan kejaksaan secara berlebih dan berpotensi dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) serta dikawatirkan kedepan institusi kejaksaan menjadi alat kekuasaan dan politik. Hal ini harus menjadi perhatian kita bersama.
Menurut Hendri, penerapan asas dominus litis juga dapat mengganggu prinsip keadilan dan akuntabilitas, check and balances, serta menciptakan penegakan hukum yang otoriter dan didominasi oleh satu institusi tertentu misalnya: kejaksaan dalam suatu penanganan tindak pidana.
"Kewenangan yang dominan pada penanganan tindak pidana berpotensi menimbulkan konflik antar institusi penegakan hukum dan intervensi politik" tegas Hendri kepada awak media, dikutip Senin, 26 Mei 2025.
Hendri menambahkan, peran Komisi Kejaksaan yang dinilai masih belum menunjukkan perannya secara konkret dalam pengawasan kewenangan kejaksaan menambah potensi penyalahgunaan wewenang yang akan terjadi.
Hendri juga menyoroti terkait isu negatif yang sedang hangat berkembang di sosial media yang berkaitan dengan RUU Polri.
Ia menilai, RUU Polri yang tidak masuk dalam Prolegnas tidak sepatutnya mendapat image negatif dulu di media sosial dikarenakan RUU Polri sendiri merupakan salah satu langkah yang tepat dalam mereformasi institusi Polri untuk bekerja lebih profesional.
"RUU Polri yang masih belum ada kepastian waktu dalam pembahasan di DPR belum patut untuk diberikan image negatif oleh publik melainkan yang harus dikritisi oleh publik ialah pembahasan RUU KUHAP di DPR yang berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan pada satu institusi jika tidak dikawal dengan baik" pungkas Hendri.
Sebagai penutup Hendri menyampaikan “sebaiknya RUU KUHAP, RUU Kejaksaan dan RUU Kepolisian harus dibahas dalam satu forum dalam prolegnas, karena saat ini yg diperlukan adalah sinergitas aparat penegak hukum baik Polisi mau Kejaksaan yag merupakan bagian dari integrated criminal justice system. Misalnya tidak perlu lagi P-18 dan P-19 bolak balik berkas antara Penyidik Polri dengan Kejaksaan, akan tetapi sejak SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) keluar Penyidik Polri dan Kejaksaan berada disatu meja pro justicia, sehingga berkas perkara bisa langsung ke persidangan. (P-21)”.