Kesaksian Eks Dokter Jaga IGD RSCM, Dr. Ani Hasibuan: Narasi Pemerkosaan Massal 1998 Tak Sesuai Fakta Medis

Dr. Ani Hasibuan, Dokter yang bertugas di IGD RSCM saat peristiwa 98
Sumber :

Jakarta – Kesaksian langka datang dari Dr. dr. Ani Hasibuan, salah satu dokter jaga di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSCM saat tragedi Mei 1998 berlangsung. Narasi yang selama ini berkembang mengenai adanya korban pemerkosaan massal selama kerusuhan 98 dibantah tegas oleh Ani Hasibuan, serta Ia menegaskan bahwa keterlibatan TNI saat itu justru berperan menenangkan situasi.

“Saya bertugas langsung di IGD dan turut membantu proses identifikasi jenazah korban kerusuhan. Sebagian besar adalah korban kebakaran, bahkan dalam kondisi terbakar parah hingga gosong, bukan korban pemerkosaan seperti yang selama ini diberitakan,” ujar Dr. dr. Ani Hasibuan yang saat ini dikenal sebagai dokter specialist saraf dan Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Menurut Ani, saat itu dirinya bersama rekan-rekan dokter koas dan forensik diperintahkan membantu proses identifikasi jenazah yang dikirim ke RSCM. Lokasi penuh hingga area parkir forensik digunakan untuk menampung korban. Jenazah terbakar itu, menurut informasi yang ia terima, berasal dari kebakaran di beberapa mal di kawasan Ciledug dan Jakarta Barat.

“Semua korban yang kami tangani adalah korban kebakaran, tidak pernah ada laporan medis atau temuan forensik mengenai tanda-tanda kekerasan seksual. Saya bisa pastikan itu,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ani yang saat itu berusia 24 tahun, juga menjadi saksi mata bagaimana aparat TNI, khususnya dari Korps Marinir, membantu meredam emosi massa yang nyaris membakar showroom kendaraan di kawasan Salemba.

“Saya ingat betul, mobil-mobil di showroom itu sudah diseret keluar. Tapi tiba-tiba datang sekelompok tentara dengan baret ungu, belakangan saya tahu mereka Marinir yang kemudian mengajak warga bernyanyi bersama. Ajaibnya, massa jadi tenang dan batal membakar mobil,” kenangnya.

Ani juga menyebut nama Mayjen TNI Sjafri Sjamsoeddin, yang kala itu muncul dari kendaraan lapis baja di sekitar FKUI Salemba dan memimpin pengamanan Ibukota saat itu. 

“Saya ingat beliau menyebut namanya melalui pengeras suara. Suaranya tegas tapi menenangkan. Beliau dan pasukannya membuat kami bisa kembali merasa aman,” ujarnya.

Menyinggung narasi kerusuhan yang diklaim ditujukan kepada kelompok etnis tertentu, Ani menyatakan tidak melihat bukti langsung soal itu.

“Saya berteman baik dengan banyak etnis Tionghoa, dan saya sendiri saat itu juga sempat dihentikan massa di Kalimalang karena penampilan saya, bukan karena etnis. Jadi tidak ada indikasi serangan yang tertarget, apalagi berdasarkan etnis atau agama,” ungkapnya.

Sebagai aktivis mahasiswa FKUI pada masa itu, Ani bahkan menyebut dirinya pernah mengikuti demonstrasi hingga ke DPR bersama ratusan mahasiswa. Namun, lagi-lagi, ia menegaskan peran TNI tidak pernah bersifat represif.

“Kami justru diantar pulang oleh TNI, karena khawatir terjadi kerusuhan malam hari. Mereka menjaga, bukan menekan”, pungkasnya.