Terindikasi Skandal Impor Beras, Menperin Minta Data Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan
Jakarta – Menteri Perindustrian atau Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menyinggung soal keberadaan 26.000 kontainer yang sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, selama 3 bulan. Agus mengaku ingin mengetahui isi muatan kontainer untuk mengambil kebijakan yang tepat guna melindungi industri dalam negeri.
Hal itu disampaikan Agus seiring mencuatnya dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri yang menyebutkan adanya masalah pada dokumen impor lantaran tidak proper dan komplit. Hal ini menyebabkan biaya demurrage atau denda di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim sebesar Rp294,5 miliar.
“Sebagai pembina industri (saya) memiliki kepentingan mengetahui apa aja isi 26.000 kontainer tersebut. Kami punya kepentingan karena kami wajib menyiapkan kebijakan untuk melakukan mitigasi barang apa saja yang masuk dalam negeri," kata Agus, Rabu, 10 Juli 2024.
Agus mengatakan, sudah berkomunikasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meminta data terkait isi muatan 26.000 kontainer yang sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak.
“Sudah komunikasi (dengan Sri Mulyani), tapi belum ada respons," ungkap Agus.
Diketahui, Klaim Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebagai regulator yang berfokus pada pembangunan ekosistem pangan nasional dengan prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif terbukti omong kosong belaka. Klaim Bapanas tersebut tidak sejalan dengan dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri pada tanggal 17 Mei 2024 yang ditandatangani Plh Kepala SPI Arrahim K. Kanam.
Dalam dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri disebutkan bahwa ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.
“Terdapat keterlambatan dan atau kendala dokumen impor yang tidak proper dan complate sehingga menyebabkan container yang telah tiba di wilayah Pabean/Pelabuhan tidak dapat dilakukn clearance,” bunyi dokumen itu, dikutip, Selasa 9 Juli 2024.
Dalam dokumen itu disebutkan bahwa kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum dapat dilakukan lantaran dokumen impor belum diterima melebihi waktu yang telah ditentukan.
“Beberapa dokumen impor untuk kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum diterima melebihi tanggal estimate time arrival ETA/actual time arrival dan atau dokumen belum lengkap dan valid ketika kapal sudah sandar,” lanjut bunyi dokumen riviu tersebut.
Tak hanya itu, dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa telah terjadi kendala pada sistem Indonesia National Single Windows (INWS) di kegiatan Impor tahap 11 yang dilakukan Bulan Desember 2023.
“Dokumen yang diterima belum lengkap dan valid sehingga perlu dilakukan perbaikan setelah submit ke aplikasi INWS berupa lembar survey (LS),” bunyi dokumen riviu tersebut.
Dalam dokumen riviu tersebut juga disebutkan terjadinya biaya demurrage atau denda karena perubahan Perjanjian Impor (PI) dari yang lama ke baru. Lalu ada juga phytosanitary yang expired dan kedatangan container besar dalam waktu bersamaan sehingga terjadi penumpukan container di pelabuhan.
Akibat tidak proper dan komplitnya dokumen impor dan masalah lainya telah menyebabkan biaya demurrage atau denda senilai Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp 22 miliar, Rp 94 miliar DKI Jakarta dan Jawa Timur Rp 177 miliar.
Masalah ini sendiri telah dilaporkan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) ke Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. SDR melaporkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Dirut Bulog Bayu Krisnamurthi terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar.
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dua masalah tersebut.
"Kami berharap laporan kami dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk Bapak Ketua KPK RI dalam menangani kasus yang kami laporkan," kata Hari di depan Gedung KPK, Jakarta