MBG Bukan Sekadar Makan Gratis, Saatnya Jadi Role Model, Bukan Proyek Titipan

Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch
Sumber :

Jakarta – Di tengah ragam program negara yang sering berakhir tanpa jejak, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) justru memberi harapan. Diluncurkan nasional pada Januari 2025, program ini telah menyasar lebih dari 8 juta anak PAUD dan SD di seluruh Indonesia.

Billy Mambrasar Tepis Isu yang Menyebut Yayasannya Dapat Akses Khusus Garap Program Makan Bergizi Gratis

Harus diakui ini bukan pencapaian kecil. Di beberapa daerah, angka partisipasi sekolah naik signifikan setelah MBG berjalan. Petani dan UMKM lokal juga merasakan dampaknya: pesanan telur, sayur, hingga beras datang rutin dari sekolah-sekolah. 

Untuk pertama kalinya, negara terlihat hadir dari piring makan anak-anak.

Mengenal H.M Assad S Sosok Pengusahan Nasional Yang Peduli Kesehatan Anak-anak

Tapi justru karena itu, kita wajib bertanya, apakah MBG akan terus tumbuh sehat sebagai role model program sosial? 

Ataukah ia akan sakit sejak dini karena virus lama bernama pengadaan siluman dan manipulasi anggaran?

Sidang Promosi Terbuka Doktor Ilmu Hukum Cumlaude, Trimedya Soroti Inefisiensi Pengelolaan Barang Sitaan oleh APH

Kelebihan MBG yang patut dipertahankan

- Intervensi gizi langsung, karena saat makan, anak dapat asupan karbo, protein, dan sayur seimbang.

- Stimulus ekonomi mikro sebab petani lokal dan UMKM kebagian proyek, itu jika tidak dipotong calo.

- Integrasi data anak miskin dikarenakan MBG jadi jembatan menuju database penerima manfaat program sosial lainnya.

- Partisipasi sekolah pada saat guru dan kepala sekolah punya peran sebagai pengawas distribusi langsung.

Inilah benih-benih tata kelola yang sehat. Jika dibina baik, MBG bisa menjadi contoh model pelayanan publik modern, yakni tepat sasaran, terukur, dan berkelanjutan.

Tapi masalahnya benih itu sedang terancam

Laporan IDN Times (April 2025) mengungkap dugaan pengadaan tidak transparan dalam proyek MBG. Ada indikasi penunjukan langsung vendor tanpa dasar darurat, bahkan mark-up harga makanan hingga 30% dari harga pasar. Lebih parah, makanan kadaluarsa ditemukan di beberapa titik distribusi.

Kalau benar, ini bukan sekadar salah prosedur. Ini pelanggaran terhadap:

- Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa,

- UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan

- UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Dengan anggaran Rp10 triliun per tahun, praktik seperti ini bisa jadi lubang hitam keuangan negara dan mencoreng niat baik Presiden sendiri.

BGN itu badan super yang minim pengawasan?

BGN, pelaksana utama program ini, dibentuk lewat Perpres 83/2024 dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tapi alih-alih menjadi lembaga profesional, ia justru punya potensi jadi instrumen politik jika tidak diawasi ketat.

Tanpa mekanisme audit independen, tanpa transparansi pengadaan, dan tanpa pelibatan publik, BGN bukan memperkuat MBG, tapi justru jadi titik rawan korupsi berjamaah.

Jika ingin MBG jadi role model, ini syaratnya:

1. Audit investigatif mandiri oleh BPK dan KPK terutama pada fase uji coba dan penunjukan vendor.

2. Portal transparansi MBG harus menampilkan real-time data distribusi, vendor, menu, dan biaya.

3. Lelang elektronik terbuka untuk semua vendor agar tak ada lagi proyek titipan.

4. Pelibatan publik mulai dari guru, wali murid, dan ormas lokal dilibatkan sebagai pengawas independen.

5. Evaluasi tahunan berbasis outcome guna mencermati penurunan stunting dan peningkatan partisipasi sekolah harus jadi indikator utama.

Jangan biarkan harapan ini tumbang

MBG sudah menunjukkan arah yang benar. Tapi di negeri yang biasa menyulap niat baik menjadi ladang basah, kita tak bisa hanya berharap. Kita harus menuntut akuntabilitas.

Jika dikawal bersama, MBG bisa jadi role model program sosial nasional karena berbasis data, didorong hukum, dan dikawal masyarakat. Tapi jika dibiarkan seperti sekarang, MBG akan berubah dari makanan sehat jadi racun fiskal.

Anak-anak tak butuh nasi beraroma korupsi. Mereka butuh negara yang jujur menyuapi masa depan mereka.

*Pendapat yang disampaikan dalam artikel ini sepenuhnya merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan redaksi.