Waspada! Flu Singapura Lagi Merebak Sasar Anak, Nih Bedanya Sama Sariawan dan Cacar

Ilustrasi flu dan bersin.
Sumber :
  • Dok. VIVA

Cerita Kita – Merebaknya Hand, Foot and Mouth Disease (HFMD) atau Flu Singapura jadi perhatian dan mesti diwaspadai masyarakat di Tanah Air terutama kalangan orangtua. Flu Singapura ini kerap menyasar anak-anak.

Nah, Dokter spesialis Prof. Dr. dr. Edi Hartoyo Sp.A(K) punya catatan yang bisa jadi rujukan masyarakat soal Flu Singapura. Menurut dia, Flu Singapura berbeda dan tak bisa disamakan dengan sariawan meski sama-sama memicu lesi di bagian mulut.

Dijelaskan dia, Flu Singapura dan sariawan hampir sama wujudnya karena terjadi di mulut.

"Kadang-kadang orang tua ke dokter anaknya nggak mau makan pas dilihat karena ada lesinya di mulutnya,” kata Edi dalam diskusi daring, Selasa, 2 April 2024.

Dia menuturkan lesi di mulut pada Flu Singapura sama seperti sariawan yang bisa bikin anak malas makan dan kesulitan menelan. Biasanya, lesi dan lentingan itu juga bisa muncul di sekitar mulut bagian luar dan bibir.

Selain sariawan, penyakit lain yang biasa disamakan dengan Flu Singapura adalah cacar air dan campak. Tapi, ia bilang penyakit itu berbeda dengan Flu Singapura. Salah satu acuannya bisa dilihat dari lokasi munculnya lesi.

Edi menyebut bisanya cacar air punya lesi yang terjadi di badan kemudian keluar. Lesi cacar air juga berupa lentingan dengan membuat kulit warna merah.

"Kalau Flu Singapura tidak, dari lokasinya Flu Singapura paling sering di telapak kaki, telapak tangan dan mulut, kalau cacar jarang di telapak tangan,” jelas dokter lulusan Universitas Gadjah Mada itu.

Lebih lanjut, lesi atau luka pada kulit akibat lentingan kasus penyakit cacar biasanya membekas pada kulit. Tapi, kalau Flu Singapura, lesi akan hilang tanpa menyebabkan bekas.

Menurut dia, kondisi itu karena lesi lentingan pada Flu Singapura tak sedalam cacar yang bisa menembus hingga lapisan kedua jaringan kulit.

Edi menuturkan perbedaan lainnya, Flu Singapura juga tak memicu kekebalan. Kata dia, biasanya terkena kembali jika daya tahan tubuh menurun.

Dengan fakta itu, berbeda dengan sakit cacar yang jika sudah terkena maka tubuh biasanya bentuk kekebalan sehingga jarang cacar bisa terkena kembali.

“Virus ini tidak menyebabkan kekebalan. Beda dengan cacar atau campak bisa kebal tapi virus ini nggak," tutur Edi.

Dia menyebut kalau Flu Singapura tak bisa ditebak untuk penularan jika ada kontak. "Kalau musim ini kena besoknya bisa kena lagi kalau dia ada kontak, jadi masih bisa kena,” kata Edi.

Ia juga mengatakan, untuk di Tanah Air, kasus Flu Singapura tercatat cukup tinggi untuk usia anak di bawah 6 tahun. Ia mengatakan demikian karena faktor itu biasanya karena kurangnya kepekaan orang tua atau ortu terhadap penyakit itu.

Contohnya, kata dia, saat anak demam, sulit makan, dan muncul bintik merah, orang tua tetap menyekolahkan anak. Sang ortu tak kepikiran untuk isolasikan anak di rumah. Nah, kondisi itu yang bisa memicu penyebaran pada anak sangat tinggi dan cepat.

Dia menekankan meski tergolong penyakit ringan yang bisa sembuh dalam sepekan, ortu bisa mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Flu Singapura semakin banyak. Ikhtiar itu bisa dengan isolasi anak jika demam dan muncul bintik merah pada telapak kaki, tangan dan mulut.

“Kalau anak kena Flu Singapura diisolasi dan cegah kontak dengan anak lain karena ini menular, masa infeksius 3-5 hari. 7 hari dia sudah tidak menular walaupun lesinya dalam tahap penyembuhan tapi tidak menular,” ujar Edi. (Ant)



Hari Kesehatan 2024, Presiden Prabowo Didorong Tuntaskan Polemik Konsil Kesehatan Indonesia