Prabowo Bawa Sentimen Positif, Tarif AS Turun Picu Optimisme Pasar RI
Jakarta — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mendapat sentimen positif dari pelaku pasar usai kesepakatan tarif dagang 19 persen yang diberlakukan AS. Laporan terbaru Trimegah Sekuritas menyebut sejumlah faktor yang menunjukkan arah kebijakan pemerintah saat ini dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Dalam riset bertajuk “Indonesia’s Macro Tailwinds Are Here”, Trimegah menyoroti AS yang menetapkan tarif ekspor terhadap Indonesia jadi 19 persen dari sebelumnya 32 persen. Kebijakan AS itu beri dorongan langsung terhadap ekspor dan sentimen pasar.
“AS menetapkan tarif yang lebih rendah dari perkiraan, memberi dorongan pada ekspor dan sentimen pasar. Bank Indonesia juga akhirnya memangkas suku bunga. Ditambah stabilnya rupiah dan tanda-tanda awal belanja pemerintah yang mulai meningkat sejak Juni, semuanya menjadi landasan kuat,” demikian keterangan Trimegah dalam laporan tertanggal 17 Juli 2025.
Ilustrasi Ekspor-Impor
- -
Trimegah juga melaporkan kesiapan peningkatan program Makan Bergizi Gratis (MBG) oleh pemerintah pada Agustus sebagai katalis penting yang bisa memperkuat permintaan domestik. Dari ulasannya, belanja fiskal mulai menunjukkan pergerakan sejak Juni. Kondisi itu jadi sinyal awal dari dukungan riil pemerintah terhadap ekonomi rakyat.
“Jika momentum ini terus berkembang dalam beberapa bulan ke depan. Bisa jadi inilah dorongan lanjutan yang akhirnya menyalakan api di bawah permintaan domestik,” lanjut keterangan Trimegah.
Trimegah juga menyinggung investor asing yang masih bersikap hati-hati karena tercatat arus keluar mendekati Rp1 triliun. Menurut Trimegah, investor domestik, baik ritel maupun institusi saat ini jadi tulang punggung pasar saham Indonesia.
Trimegah pun juga membeberkan skenario valuasi dan potensi kenaikan IHSG. Dalam skenario realistis, pertumbuhan laba 0–2% bisa membawa indeks ke level 7.750, dengan potensi upside sekitar 10%.
Sementara, dalam skenario terburuk sekalipun, risiko penurunan dinilai terbatas.
“Dengan valuasi yang masih di bawah -2 deviasi standar (PE 11x), dan imbal hasil dividen yang menyaingi obligasi pemerintah, pasar saham Indonesia tampak murah. Angin makro sudah berembus. Sekarang tinggal satu pertanyaan: apakah laba, dan keyakinan investor, bisa menyusul?” tulis laporan Trimegah.