FOSBBI sebut Hasil Penyelidikan KADI soal BMAD Ubin Keramik Penuh Kejanggalan
“Artinya 74% lainnya tidak terpengaruh dengan impor, di samping itu dalam laporan keuangan audit perusahaan tbk produsen lokal semua mencatat keuntungan dengan tingkat profit 35% ke atas. Ditambah dalam 2 tahun belakangan ini banyak pabrik dalam negeri melakukan investasi pembangunan pabrik besar besaran. Pertanyaannya jika memang rugi, bagaimana bisa bangun pabrik?,” ucapnya.
Selain itu, Antonius juga mengkritisi hasil penyelidikan KADI yang mengatakan bahwa ada 6 pabrik keramik di dalam negeri yang tutup akibat impor ubin kerami dari China.
“Bahwa ASAKI dalam public hearing menyampaikan bahwa ada 6 pabrik keramik dalam negeri yang tutup, dan melakukan PHK karyawan sebanyak150.000 orang. Kami memohon agar KADI dapat memverifikasi pertama pabrik-pabrik mana saja yang tutup, dan kedua apakah pabrik-pabrik tersebut memproduksi produk ubin keramik body merah atau ubin porselen body putih?,” ucapnya.
Dikatakan Antonius selama ini kontribusi dari importir untuk pemasukan pendapatan negara mencapai +/- Rp. 10 trilliun/tahunnya. Apabila BMAD Ubin Keramik dengan tarif 100.12% hingga 199.88% berlaku untuk ubin porselen, dia menyampaikan negara akan kehilangan pemasukan.
“Tidak mungkin ada pemasukan pendapatan negara sebesar Rp. 10 triliun sebagaimana di atas. Sebagai akibatnya, hampir dapat dipastikan kami harus melakukan rasionalisasi jumlah karyawan secara signifikan, dan bahkan dapat menyebabkan penutupan perusahaan,” bebernya.
Jika kebijakan bea masuk anti dumping itu diterapkan, Antonius memperkirakan akan terjadi kelesuan ekonomi dan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi karyawan sebanyak 500.000 orang.
“Tanpa adanya produk ubin porselen, maka penjualan supermarket bahan bangunan dipastikan menurun sedangkan biaya tetap perusahaan tidak dapat dihindari, sehingga urusan kebangkrutan hanya tinggal menunggu waktu cepat atau lambat," jelas Anitonius