Marak Ayah Lakukan Pelecehan Seksual ke Anaknya hingga Hamil, Bagaimana Hukumnya?
- VIVA
Cerita Kita – Kita kerap kali disuguhkan dengan berbagai berita terkait perilaku seorang ayah, yang tega melakukan pelecehan seksual ke anak perempuan kandungnya. Bahkan ada yang sampai hamil.
Kasus terbaru yang heboh dan menggemparkan, adalah oknum anggota Pemadam Kebakaran atau Damkar Jakarta Timur. Dia kini telah menjadi tersangka dan ditahan penyidik Polda Metro Jaya. Kasus ini akhirnya viral setelah ibu sang anak, mengunggahnya di media sosial.
Perilaku ayah seperti ini, yang melakukan perbuatan keji dengan berzina atau memperkosa anak perempuannya, dikenakan hukuman ta'zir. Hal ini seperti dilansir dari laman Muhammadiyah.or.id
Hukuman ta'zir adalah hukuman yang diserahkan kepada kebijaksanaan hakim. Hakim diberi kewenangan untuk menjatuhkan hukuman apa yang layak diberikan kepada ayah tersebut. Bisa yang paling ringan hingga yang terberat yakni hukuman mati.
Kenapa bukan hudud zina? Sebab pengertian zina ialah “memasukkan dzakar ke faraj haram, bebas dari syubhat dengan bernafsu”. Adapun yang dizinahi tersebut merupakan darah dagingnya sendiri.
Menurut para ulama, seorang ayah yang melakukan perbuatan keji yaitu memperkosa atau berzina dengan anak perempuannya terkena hukuman ta’zir, bukan hukuman hudud zina. Hukuman ta’zir adalah hukuman yang diserahkan kepada kebijksanaan hakim. Hakim diberi kewenangan oleh syariat Islam untuk menentukan hukuman apa yang layak bagi ayah tersebut. Hukuman tersebut mulai dari yang teringan hingga yang terberat yaitu hukuman mati.
"Sehingga di sini terdapat syubhat atau keraguan, dan jika ada keraguan maka hukuman hudud harus dihindarkan. Tambahan pula, hukuman hudud zina tidak diberlakukan kepada ayah tersebut, karena menurut banyak ahli ilmu, seorang anak tidak boleh menjadi sebab ketiadaan ayah, karena ayah adalah sebab kewujudan anak" dikutip dari laman resmi Muhammadiyah tersebut.
Anak Hasil Hubungan Ayah dan Putri Perempuannya
Dari beberapa kasus, hubungan seksual ayah dan anak baik karena paksaan atau tidak, juga membuat sang anak hamil dan melahirkan seorang anak. Maka anak hasil hubungan ayah dan putri kandungnya itu tidak boleh dinasabkan ke ayah yang menghamili. Tetapi anak hasil perzinahan tersebut dinasabkan ke ibunya saja.
Itu lantaran nasab atau bin pada nama anak tersebut hanya bisa diperoleh apabila lahir dari perkawinan yang saha.
"Ayah tersebut juga tidak menjadi wali dari anak yang dilahirkan anak perempuanya itu, namun ia tetap wajib memberinya nafkah".