Kasus CPO, Hakim dan Pengacara Suap Rp60 Miliar Layak Dihukum Berat hingga Mati Sendiri di Sel
Jakarta – Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyatakan bahwa hakim dan pengacara yang terlibat dalam kasus dugaan suap vonis lepas perkara Crude Palm Oil (CPO) layak dijatuhi hukuman seumur hidup tanpa remisi. Menurutnya, peristiwa ini adalah bentuk paling ironis dari praktik korupsi karena terjadi di lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan keadilan.
Dugaan suap senilai Rp60 miliar ini menyeret nama seorang hakim yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Suap tersebut disebut-sebut diberikan melalui pengacara kepada hakim yang menangani perkara tersebut.
"Suap adalah tindak pidana dan jika itu diterima oleh aparatur negara maka disebut sebagai gratifikasi atau suap. Hakim adalah aparatur negara karena itu ini menjadi perkara korupsi suap terbesar yang pernah terjadi," ujar Fickar saat dihubungi, Selasa (22/4/2025).
Keterlibatan hakim dan pengacara dalam transaksi suap tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencoreng nilai moral dan keadilan. Terlebih, permintaan suap ini dilakukan dalam konteks perkara korupsi yang tengah disidangkan.
"Peristiwa ini sangat ironis bagi sejarah penegakan hukum, karena korupsi terjadi di tempat kejahatan korupsi diadili, karena itu hukuman yang paling adil adil adalah hukuman yang maksimal yakni seumur hidup, biarlah para hakim korup itu menanti akhir hayatnya di sel penjara," tegasnya.
"Saya kira Tuhan pun marah karena mereka telah menjual nama Tuhan dalam perbuatan korupsi menerima suapnya. Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha kuasa mereka tukar dengan demi "keuangan" yang maha kuasa," imbuhnya.
Kelakuan pengacara yang terlibat suap juga tak lepas dari sorotan, di mana dirinya suka flexing kekayaan di saat negara dan rakyat menaghadapi tantangan ekonomi berat. Mereka juga kerap menangani kasus-kasus besar dengan klien elit.