6 Fakta Mengejutkan Yakuza, Gangster Legendaris Jepang Nasibnya Kini
- Tangkapan layar media sosial
Cerita Kita – Jepang terkenal dengan budaya yang kaya, bentang alam yang menakjubkan, dan kemajuan teknologinya. Namun, di bawah permukaannya terdapat dunia bawah tanah yang gelap -- lekat dengan kejahatan dan telah berkembang selama berabad-abad, mereka adalah Yakuza yang legendaris.
Sindikat kejahatan terorganisir dan terkenal ini memiliki sejarah panjang dan rumit di Jepang, yang akarnya berasal dari abad ke-17. Meskipun ilegal, Yakuza tetap menjadi kekuatan yang kuat dalam masyarakat Jepang saat ini, terlibat dalam segala hal mulai dari perdagangan narkoba hingga pencucian uang.
Yakuza adalah lembaga kriminal tertua di dunia. Kelompok ini menjunjung tinggi beragam aturan menyangkut kehormatan, tradisi, ritual, dan simbol yang menjadikan mereka unik jika dibandingkan dengan jaringan kriminal lain seperti kartel Amerika Latin atau mafia Italia dan Rusia.
Menikmati masa keemasannya antara era 1960-an dan 1980-an. Saat itu, jumlah anggotanya lebih dari 180.000 orang. Yakuza mengalami stagnasi di tengah kemajuan zaman, serta tindakan penegakan hukum oleh aparat keamanan, telah mengurangi jumlah anggotanya menjadi sekitar 10.000 orang - belum termasuk non-anggota dan partisan.
Berikut adalah fakta-fakta Yakuza yang layak Anda ketahui:
1. Sejarah Yakuza
Yakuza muncul pada abad ke-17 di kalangan kelompok marginal masyarakat feodal Jepang dari dua kelompok terpisah di Jepang yang feodal: Tekiya dan Bakuto.
Tekiya adalah pedagang asongan yang berkelana dari desa ke desa, menjual dagangannya sambil tinggal di pinggiran masyarakat.
Sementara Bakuto adalah penjudi dan sering dikaitkan dengan pegulat sumo (yang juga dianggap orang buangan). Kedua kelompok ini akhirnya bersatu menjadi apa yang sekarang kita kenal sebagai Yakuza.
Tekiya dan Bakuto mengadopsi beberapa tradisi samurai, termasuk kode etika kehormatan yang ketat dan ritual kesetiaan, yang menandai budaya organisasi yakuza.
Warisan samurai juga memberikan struktur hierarki yang ketat dengan aturan yang didasarkan pada rasa saling menghormati, kepatuhan, dan yang terpenting, kesetiaan mutlak kepada ketua atau oyabun.
2. 'Berkah' Perang Dunia II
Selama Perang Dunia II, Yakuza memainkan peran penting dalam perekonomian Jepang. Mereka terlibat dalam berbagai aktivitas seperti penyelundupan barang, menjalankan pasar gelap, dan memberikan perlindungan bagi dunia usaha.
Ketika perang berlangsung dan sumber daya menjadi langka, Yakuza turun tangan untuk mengisi kekosongan tersebut. Mereka menyelundupkan barang-barang seperti makanan, bensin, dan obat-obatan yang dijatah pemerintah untuk dijual di pasar gelap dengan harga yang melambung.
Hal ini memungkinkan mereka memperoleh keuntungan besar sekaligus menyediakan pasokan yang sangat dibutuhkan orang-orang yang tidak dapat memperolehnya melalui jalur resmi.
Selain kegiatan tersebut, Yakuza juga memberikan perlindungan bagi bisnis selama ini. Banyak bisnis terpaksa membayar uang perlindungan kepada kelompok Yakuza untuk menghindari vandalisme atau pembakaran oleh faksi anti-perang.
Yakuza juga akan bertindak sebagai perantara antara dunia usaha dan pemerintah, menggunakan koneksi mereka untuk membantu perusahaan mendapatkan kontrak atau menghindari pajak.
Meskipun aktivitas mereka selama Perang Dunia II mungkin telah membantu sebagian warga Jepang bertahan dalam masa-masa sulit, mereka juga berkontribusi terhadap budaya korupsi dan aktivitas ilegal yang masih ada di Jepang hingga saat ini.
3. Simbol Tato dan Senjata Yakuza
Tato Yakuza, juga dikenal sebagai “irezumi,” tidak hanya merupakan simbol kekuasaan dan status dalam geng tetapi juga berfungsi sebagai bentuk identitas anggota Yakuza.
Tato seringkali berukuran besar dan menutupi sebagian besar tubuh, dengan desain rumit yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikannya. Proses membuat tato itu menyakitkan dan memakan waktu, sehingga menambah signifikansinya dalam kelompok.
Tato Yakuza biasanya menampilkan motif tradisional Jepang seperti naga, bunga sakura, ikan koi, dan prajurit samurai. Gambar-gambar ini memiliki akar budaya dan sejarah yang dalam di Jepang dan mewakili tema-tema penting seperti kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan kehormatan – semua nilai yang sangat dihargai dalam Yakuza.
Setiap tato memiliki arti atau makna tertentu yang mencerminkan posisi pemakainya dalam organisasi atau sejarah pribadinya. Misalnya, tato naga mungkin melambangkan kepemimpinan atau kekuatan, sedangkan tato bunga sakura melambangkan keindahan atau pembaruan.
Namun, tato Yakuza bukan hanya simbol kekuasaan dan status – mereka juga berfungsi untuk mengintimidasi musuh-musuh mereka. Dengan ukurannya yang besar dan desain yang rumit, tato-tato ini menimbulkan ketakutan di hati mereka yang menentang geng tersebut. Hal ini terutama berlaku di Jepang dimana tato telah lama dikaitkan dengan aktivitas kriminal.
Meskipun dikaitkan dengan kriminalitas, tato Yakuza menjadi semakin populer dalam budaya arus utama, baik di Jepang maupun di luar negeri. Banyak orang mengagumi seni dan keahlian dalam menciptakan desain rumit ini, sementara yang lain tertarik pada sifat pemberontak mereka.
Elemen lain yang membedakan mafia Jepang dengan mafia negara lain adalah bahwa mereka jarang menggunakan senjata api dan jarang melakukan kekerasan dibandingkan, misalnya, kartel Amerika Latin.
Senjata yang digunakan yakuza biasanya pisau saku, lalu pisau yang digunakan samurai, dan katana, meskipun mereka umumnya tidak memerlukan sumber daya ini untuk melakukan aksinya.
4. Struktur-Hirarki Yakuza
Yakuza disusun dan diatur secara hierarkis, dengan setiap anggota memiliki pangkat dan peran tertentu dalam organisasi. Di puncak hierarki adalah “oyabun,” atau bos, yang memegang kekuasaan dan wewenang tertinggi atas kelompok.
Oyabun memiliki beberapa bawahan yang dikenal sebagai “wakagashira” yang bertindak sebagai penasihat dan membantunya mengambil keputusan. Di bawah mereka adalah “satei,” atau anggota tetap, yang menjalankan aktivitas kelompok sehari-hari.
Dalam setiap tingkat keanggotaan, terdapat subdivisi lebih lanjut berdasarkan senioritas dan pengalaman. Anggota diharapkan mengikuti kode etik ketat yang dikenal sebagai “ninkyo”, yang menekankan kesetiaan, rasa hormat, dan kehormatan.
Melanggar kode ini dapat mengakibatkan hukuman berat, termasuk dikeluarkan dari grup atau bahkan kematian.
Selain struktur internalnya, Yakuza juga menjalin hubungan dengan organisasi kriminal lain baik di Jepang maupun di luar negeri. Aliansi ini memungkinkan mereka memperluas jangkauan dan pengaruhnya sekaligus memberikan akses terhadap sumber daya seperti obat-obatan dan senjata.
Secara keseluruhan, struktur dan organisasi Yakuza berkontribusi terhadap reputasinya sebagai organisasi kriminal yang kuat dan penuh rahasia yang memiliki akar yang kuat dalam masyarakat Jepang.
Meskipun ada upaya dari lembaga penegak hukum untuk menindak mereka, mereka masih terus beroperasi hingga saat ini dengan menggunakan struktur dan praktik yang sama.
5. Kehormatan Yakuza
Yakuza dibedakan oleh sistem nilai dan ideologi yang kompleks, yang akar sejarahnya berasal dari zaman feodal Jepang.
Nilai-nilai ini telah tertanam selama berabad-abad dalam masyarakat Jepang, meresap ke seluruh lapisannya, dari lingkungan paling eksklusif di Tokyo hingga dunia bawah tanah di ibu kota Jepang itu.
Para anggota Yakuza meyakini bahwa mereka harus mengabdikan diri, baik secara fisik maupun mental, kepada organisasi mereka, dan suatu kehormatan untuk menunjukkan kesetiaan yang tak tergoyahkan kepada oyabun, bahkan sampai mengorbankan nyawa mereka jika perlu.
Inti dari ideologi yakuza adalah kode kehormatan berdasarkan konsep giri (kewajiban) dan ninjo (kemanusiaan).
Giri seperti sebuah utang yang terhormat yang harus dibayarkan seorang anggota kepada atasannya. Konsep ini adalah kunci penting untuk memperkuat loyalitas dalam organisasi.
Sedangkan ninjo adalah empati terhadap orang lain yang berfungsi sebagai penyeimbang kerasnya giri dalam struktur kaku mafia yakuza.
Kedua prinsip ini didasari oleh semangat pengorbanan diri yang mendalam, yang mengarahkan anggotanya untuk mendahulukan kepentingan kelompok di atas kepentingan pribadi.
Contohnya adalah ritual yubitsume, di mana seorang anggota memotong sebagian jarinya (biasanya jari kelingking).
Cara ini merupakan bentuk penebusan dosa atau permintaan maaf kepada oyabun atas kesalahannya sendiri atau kesalahan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
6. Yakuza Masih Eksis?
Yakuza kabarnya masih menjadi kelompok yang menonjol dan berpengaruh di Jepang modern. Meskipun ada peningkatan upaya oleh lembaga penegak hukum untuk menindak kejahatan terorganisir, sindikat ini terus beroperasi baik secara terbuka maupun sembunyi-sembunyi di seluruh negeri.
Salah satu sumber pendapatan utama Yakuza adalah melalui operasi perjudian ilegal. Ini mencakup semuanya, mulai dari permainan tradisional Jepang seperti pachinko hingga bentuk taruhan online yang lebih modern. Yakuza banyak mengendalikan bar, klub malam, dan tempat hiburan lainnya di mana mereka dapat memperoleh uang melalui pemerasan, pemerasan, dan pencucian uang.
Perdagangan narkoba adalah sumber pendapatan utama Yakuza. Mereka terlibat dalam impor dan distribusi obat-obatan seperti metamfetamin dan ganja di seluruh Jepang. Sindikat ini juga memiliki pengaruh yang signifikan dalam industri seks – mengoperasikan rumah pelacuran dan mengeksploitasi perempuan demi keuntungan.
Yakuza dikenal karena kedekatannya dengan politisi Jepang, pemimpin bisnis, dan tokoh berpengaruh lainnya. Hal ini memungkinkan mereka untuk memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek masyarakat Jepang – termasuk pengembangan real estate, proyek konstruksi, dan bahkan tim olahraga profesional.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya pemerintah Jepang untuk menindak aktivitas Yakuza. Hal ini termasuk mengeluarkan undang-undang yang melarang berbisnis dengan organisasi kriminal atau memberikan dukungan keuangan kepada mereka.
Namun, meskipun ada upaya-upaya ini, Yakuza tetap menjadi kekuatan yang kuat dalam masyarakat Jepang. Pengaruh mereka melampaui organisasi kriminal mereka sendiri – menyentuh semua aspek kehidupan Jepang mulai dari politik hingga hiburan.
Selama mereka masih aktif, mereka akan terus menjadi tantangan besar bagi aparat penegak hukum yang berupaya menjaga ketertiban dan stabilitas di Jepang.
(Sumber: BBC Indonesia, Anthropologyreview.org)