Putusan PK Mardani Maming Jadi Preseden Buruk, Pakar: MA Tak Punya Perspektif Anti Korupsi yang Kuat
Jakarta – Mahkamah Agung (MA) RI dinilai tidak mempunyai perspektif anti korupsi yang kuat usai mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) terpidana korupsi izin usaha pertambangan atau IUP Mardani H Maming.
Mahkamah Agung RI (MA) seharusnya dapat memperberat hukuman terpidana korupsi izin usaha pertambangan atau IUP Mardani H Maming lantaran korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.
Demikian disampaikan Pakar hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah Castro menyoroti langkah Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan peninjauan kembali (PK) terpidana korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani H Maming. Dalam putusannya, Mahkamah Agung (MA) RI mengabulkan permohonan PK, namun tetap menyatakan Mardani H Maming bersalah dan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara.
“Kalau MA punya perspektif anti korupsi yang kuat, dan menganggap korupsi adalah extraordinary crime, harusnya diperberat agar dapat memberikan efek jera (kepada Mardani H Maming),” tegas dia, Selasa,(5/11/2024).
Castro begitu ia disapa mengakui Mahkamah Agung RI (MA) telah kehilangan semangat pemberantasan anti-korupsi terlebih sejak mendiang hakim Agung Artidjo Alkostar telah tiada. Mahkamah Agung atau MA RI, kata Castro, tidak sesangar atau semenakutkan seperti pada masa Artidjo Alkostar.
“Banyak putusan kasasi dan PK justru lebih rendah. Terlebih sejak Artidjo sudah tidak di MA sudah tidak sesangar dulu,” jelas dia.
Castro tak menampik, bahwa saat ini Mahkamah Agung (MA) telah kehilangan jati diri untuk menjadi panutan dalam pemberantasan korupsi. Castro tak heran apabila saat ini putusan peninjauan kembali (PK) terpidana korupsi izin usaha pertambangan atau IUP malah diperingan dan cenderung menguntungkan koruptor.
“Jadi tidak heran bahkan putusan pengadilan juga cenderung meguntungkan para koruptor,” pungkas Castro.
Terpisah, Pakar Hukum Untirta, Banten, Agus Prihartono menilai seyoganya peninjauan kembali (PK) terpidana korupsi izin usaha pertambangan atau IUP Mardani H Maming dapat ditolak. Hukuman bagi terpidana korupsi izin usaha pertambangan Mardani H Maming, kata Agus, seharusnya dapat diperberat seperti saat kasasi.
“Mahkamah Agung (MA) ini memang sudah ada track record (menolak kasasi Mardani H Maming). Dari kasasinya tersebut harusnya itu kan bisa suatu dijadikan dasar dan alasan,” jelas Agus.
Agus menegaskan, dikabulkannya peninjauan kembali atau PK terpidana korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani H Maming seharusnya dapat didasari oleh adanya novum baru. Menurut Agus, hal tersebut merupakan syarat dikabulkan atau diterimanya peninjauan kembali (PK).
“Yang pasti kalau kita PK itu harus ada novum baru. Dan dalam PK itu harus ada dasar dua alat bukti juga,” pungkas dia.
Diketahui, Mahkamah Agung (MA) telah membacakan putusan terhadap permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming. MA mengabulkan permohonan PK, namun tetap menyatakan Mardani H Maming dan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara.
"Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana Mardani H Maming tersebut. Membatalkan putusan Mahkamah Agung Nomor 3741 K/Pid.Sus/2023 tanggal 1 Agustus 2023 tersebut," demikian putusan PK tersebut seperti dikutip dari situs kepaniteraan MA, Selasa (5/11/2024).
Putusan perkara 1003 PK/Pid.Sus/2024 itu diketok majelis PK yang diketuai hakim agung Prim Haryadi dengan anggota Ansori dan Dwiarso Budi Santiarto pada Senin (4/11/2024). Hakim juga tetap menghukum Mardani H Maming membayar uang pengganti Rp 110 miliar.
Putusan MA soal PK Mardani H Maming berbanding terbalik dengan saat kasasi. Kala itu Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi terdakwa kasus dugaan korupsi izin usaha pertambangan dan operasi produksi (IUP OP) di Tanah Bumbu, Mardani H Maming.
Maming mengajukan kasasi lantaran hukumannya diperberat menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin.