Transformasi Revolusi Mental ke Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa
Program-program intervensi langsung yang selama ini diinisiasi melalui gerakan Revolusi Mental tetap dilanjutkan. Namun, dalam konsep baru, pendekatannya diperluas sebagaimana yang tertuang dalam Asta Cita yang menekankan pentingnya nilai-nilai kebangsaan dan budi pekerti yang diinternalisasi sejak dini.
Langkah awal adalah penguatan sistem pendidikan, yang menjadi kunci dalam membentuk karakter dan jati diri bangsa. Pendidikan tidak hanya ditujukan untuk mencetak individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki keunggulan karakter yang khas sebagai bangsa Indonesia.
“Hal ini menggarisbawahi pesan Bapak Menko PMK yakni pentingnya keseimbangan antara fisik yang baik, sehat, termasuk penguasaan iptek dengan karakter moral. SDM yang dihasilkan harus mampu mengintegrasikan keduanya sehingga dapat berkontribusi secara maksimal bagi bangsa,” ujarWarsito.
Tantangan transformasi GNRM ke PKJB tak gampang, Warsito menyebut, selain menghadapi tantangan internal berupa rendahnya pemahaman generasi muda terhadap nilai-nilai Pancasila dan wawasan kebangsaan, mereka juga menemui tantangan global seperti digitalisasi, artificial intelligence, dll yang menghadirkan disrupsi informasi, berita bohong, intoleransi bahkan pemahaman radikal yang membanjiri dunia maya.
“Pentingnya literasi digital, terutama untuk generasi muda dan melibatkan influencer untuk syiar konten positif sehingga meminimalkan ruang negatif di dunia maya”, ungkapnya.
Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan partisipasi aktif anak muda tetapi juga menunjukkan bagaimana teknologi dapat digunakan untuk tujuan yang lebih besar, seperti inklusi sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Penguatan karakter bangsa juga tidak lepas dari nilai-nilai budaya lokal dan sejarah perjuangan bangsa. Identitas bangsa Indonesia bersandar pada nilai-nilai Pancasila, bahasa Indonesia, dan kearifan lokal.