Tender Minyak Masih Libatkan Pemasok Bermasalah, Dugaan Kartel Menguat

Dok. Istimewa
Sumber :

Medan – Meski sembilan tersangka telah ditetapkan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan minyak dengan kerugian negara Rp193,7 triliun, proses tender minyak mentah hingga kini masih melibatkan vendor bermasalah dan belum menunjukkan perbaikan berarti.

Hanura Siapkan Tim Hukum Bela Bambang Raya Yang Kini Jadi Tersangka

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, Rabu (14/5/2025) di Medan. 

"Hal tersebut membuktikan mafia kartel minyak mentah dan produk bahan bakar minyak (BBM) masih sangat perkasa mengendalikan pejabat di Pertamina hingga saat ini. Sebab, terbukti proses pengadaan minyak Pertamina terbaru ternyata masih mengundang vendor atau pemasok yang tercatat dalam daftar hitam Pidsus Kejagung. Selain itu  tetap melakukan tender spot bukannya term, infonya kebijakan itu atas keputusan rapat Direksi PT Kilang Pertamina International" ungkap Yusri. 

KMMP Desak Kapolri Tuntaskan Kasus Hukum Robertus Robet

Menurut Yusri, hal tersebut terungkap berdasarkan undangan tender pengadaan minyak mentah spot tanggal 8 Mei 2025 untuk Delivery Date Range (DDR) 1 Juli 2025 hingga akhir September 2025 oleh  Crude Procurement PT Pertamina Kilang International.

"Berdasarkan dokumen tender yang mencamtumkan vendor yang diundang, setidak-tidaknya terdapat 27 vendor masuk dalam daftar hitam Kejagung, salah satunya  perusahaan berinisial 2R , CT dan CE PTE, Vtl, Glnc, Trav dll " beber Yusri. 

Crazy Rich Sumsel Halim Ali Ditahan Kejaksaan Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Lahan Tol Betung-Tempino

Sebelumnya, Pada 20 Januari 2025, CERI mengonfirmasi kepada Direktur Feedstock dan Produk Kilang Subholding PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin, terkait penghilangan Bonny Light Crude dari daftar tender crude oil untuk RU IV Cilacap. Dalam konfirmasi itu, CERI merujuk pada undangan tender yang dikirim pada 7 Januari 2025 pukul 18.29 oleh Crude Procurement PT Kilang Pertamina Internasional untuk pasokan Maret 2025 (Spot II).

CERI juga menyoroti bahwa dengan lifting nasional di bawah 600.000 BOPD, Indonesia tetap mengimpor sekitar 550 ribu barel minyak mentah dan 450 ribu barel produk BBM per hari. Pada undangan tersebut, tertera Delivery Date Range (DDR) antara 1–23 Maret 2025, dengan base price berkisar antara USD 4 hingga USD 7,48 per barel, tergantung tanggal pengiriman dan jenis crude.

Namun, dalam daftar tender itu, Bonny Light Crude tidak muncul, digantikan oleh nama-nama seperti Escravos dan Qua Iboe dari Nigeria. Juga tercantum jenis minyak seperti Mixed Sweet Blend Origin, namun tanpa mencantumkan crude oil assay—analisis teknis yang sangat penting bagi kilang untuk menentukan kecocokan jenis minyak dengan konfigurasi kilang mereka.

CERI mempertanyakan ketidakhadiran crude assay dan penggunaan nama lapangan minyak atau wilayah seperti “West African crude” dalam dokumen tender, yang menurut mereka patut dicurigai sebagai muslihat untuk mengaburkan spesifikasi. Mereka menegaskan bahwa kilang pada dasarnya hanya mengenal minyak berdasarkan crude assay, bukan berdasarkan lokasi atau nama negara.

CERI juga menyebut bahwa Pertamina menggunakan perangkat lunak GRTMPS (Generalized Refining Transportation Marketing Planning System) atau GRIMS dalam merencanakan kebutuhan crude-nya, sehingga seharusnya spesifikasi minyak yang dicantumkan lebih akurat dan transparan.

Menurut CERI, Bonny Light Crude sebenarnya sempat masuk dalam daftar kebutuhan sebelum tender, namun secara misterius dihapus. Sumber CERI menyebut bahwa Bonny Light bahkan ditawarkan dengan harga lebih murah dibanding pemenang tender lainnya. Lebih lanjut, CERI mencurigai bahwa proses tender sengaja disusun untuk memenangkan vendor tertentu. Hal ini terlihat dari pemberian waktu penawaran yang sangat singkat—hanya sampai 8 Januari pukul 14.00 WIB, dengan masa berlaku hingga 10 Januari pukul 20.00 WIB.

CERI menduga ada praktik tidak sehat, di mana oknum procurement planning membocorkan informasi lebih awal kepada vendor “jagoannya”, sehingga mereka bisa lebih dulu melakukan kontrak ijon dengan produsen minyak (NOC). Bagi vendor lain yang tidak mendapat bocoran, proses tender tampak transparan, padahal sebenarnya sudah diskenariokan sejak awal untuk memenangkan pihak tertentu.