4 Alasan Menkes Budi Sadikin Ingin Impor Dokter Asing Praktek di RI

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin
Sumber :
  • Kemenkes

Cerita Kita – Polemik mendatangkan dokter asing atau impor dokter dari negara lain menuai polemik. Wacana yang dihembuskan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin itu mendapat penolakan dari Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Budi Santoso atau Prof Bus.

Organisasi Anti Judi Terbentuk, Fokus Rehabilitasi Ketergantungan Pada Judol

Gara-gara sikap lantangnya menolak wacana dokter asing itu, Prof Bus diberhentikan dari jabatannya. Prof Bus dalam pernyataannya lantang menolak rencana tersebut karena meyakini 92 Fakultas Kedokteran yang ada di Indonesia mampu melahirkan dokter-dokter berkualitas. Bahkan tidak kalah dengan dokter asing. 

Lalu apa sebenarnya alasan Menteri Kesehatan Budi Sadikin yang berencana mendatangkan dokter asing ke Tanah Air. Ia mengatakan wacana itu sudah dibahas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berikut 4 alasan dibalik wacana impor dokter: 

PDIP Klaim Kemenangan Ade-Asep di Hitung Cepat Pilkada Kabupaten Bekasi

1. Belasan Ribu Bayi Berisiko Kelainan Jantung Bawaan 

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut misi utama pemerintah mendatangkan dokter asing adalah untuk menyelamatkan sekitar 12 ribu nyawa bayi per tahun yang berisiko meninggal akibat kelainan jantung bawaan. 

Komdigi Gandeng Komika dan Snack Video, Yakin Partisipasi Masyarakat di Pilkada 2024 Meningkat

"Itu karena pada saat sekarang kita punya lebih 12 ribu bayi yang punya kelainan jantung bawaan," kata Budi Gunadi Sadikin usai menghadiri rapat internal bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengatur persyaratan dan batasan bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing (WNA) yang ingin berpraktik di Indonesia. 

Menurut Menkes Budi, kedatangan dokter asing untuk berpraktik di Indonesia itu sebenarnya untuk membantu menyelamatkan nyawa bayi mengalami kelainan jantung. 

2. Kemampuan Dokter RI Terbatas 

Budi menerangkan kemampuan dokter di Indonesia untuk melakukan operasi jantung baru berkisar 6 ribu pasien per tahun, sementara potensi bayi dengan risiko kelainan jantung bawaan berjumlah 12 ribu orang, sehingga penanganan kelainan jantung bawaan memerlukan tindakan operasi yang cepat. 

"Enam ribu bayi ini kalau tidak tertangani memiliki risiko tinggi untuk meninggal. Kalau kita tunggu, risikonya makin tinggi," ujarnya.

Budi meyakini dokter Indonesia mampu mengatasi operasi jantung, tapi dengan laju kasus mencapai 6 ribu pasien per tahun, kuota dokter yang dimiliki Indonesia belumlah cukup untuk menangani keseluruhan pasien yang ada.

"Kita kan nggak bisa nunggu. Kita datangkan dokter-dokter asing itu untuk menyelamatkan nyawa 6 ribu bayi ini dan 12 ribu ibu-ibu yang akan sedih kalau bayinya kemudian cacat jantung bawaan," katanya.

3. Kontroversi Dokter Asing 

Menkes mengakui bahwa kebijakan impor dokter, meskipun bertujuan untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa bayi-bayi tersebut, belum sepenuhnya diterima oleh sejumlah pihak yang mengaitkan hal itu dengan kualitas layanan dokter asing dan domestik. 

Salah satunya, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) yang dengan tegas menolak pemerintah mendatangkan dokter asing.

"Bahwa kemudian mungkin ada yang merasa sensitif seperti FK Unair, bahwa oh dokter kita lebih hebat, kemudian kita juga bisa. Isunya bukan itu, isunya bukan juga merendahkan kemampuan dokter-dokter kita, nggak," katanya. 

4. Kekurangan Dokter Spesialis 

Menkes Budi Gunadi Sadikin menegaskan tujuan dokter-dokter asing didatangkan ke Indonesia bukan untuk menyaingi dokter lokal. 

"Bukan masalah saing-saingan, ini masalah menyelamatkan nyawa 300 ribu orang Indonesia yang kena stroke, 250 ribu yang kena serangan jantung, 6.000 bayi yang kemungkinan besar meninggal tiap tahun," kata Budi ketika ditemui usai rapat bersama Komisi IX DPR di Jakarta, Rabu. 

Dia menjelaskan bahwa hampir 80 tahun merdeka, Indonesia masih kekurangan tenaga spesialis, dan yang paling banyak kosong adalah dokter gigi. Selain itu, ujarnya, distribusi juga kurang, seperti 65 persen puskesmas di Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan (DTPK) yang mengalami kekosongan 9 jenis tenaga kesehatan. 

Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa pihaknya mendatangkan dokter dari luar negeri, seperti yang dilakukan dalam kerja sama RSUP Adam Malik dan Arab Saudi, untuk memberikan operasi bagi anak-anak Medan yang mempunyai penyakit jantung bawaan.

Budi menilai upaya itu juga dapat mengakselerasi transfer ilmu bedah toraks kardiovaskular bagi dokter lokal.