Mitos dan Fakta Tentang BPA dalam Galon Polikarbonat
Cerita Kita –Isu terkait kandungan BPA dalam galon guna ulang (GGU) belakangan ramai dibicarakan di media. Masyarakat terus ditakut-takuti dengan informasi miring terkait bahaya BPA dalam kemasan galon guna ulang berbahan PC yang mengandung BPA.
Hal tersebut lantas memicu perdebatan apakah benar paparan BPA dalam galon guna ulang bisa berdampak bagi kesehatan manusia. Atau, hanya mitos belaka yang dikembangkan untuk tujuan tertentu? Berikut ulasan terkait Mitos dan Fakta bahaya BPA dalam GGU.
Mitos 1: BPA dalam galon polikarbonat dapat menyebabkan kemandulan
Fakta: Meskipun ada penelitian yang menunjukkan potensi efek BPA terhadap sistem reproduksi, paparan yang terjadi dari penggunaan galon polikarbonat umumnya berada dalam batas yang dianggap aman. Artinya mengonsumsi air dari galon polikarbonat tidak akan menyebabkan kemandulan.
MEDICAL Sexologiest, Binsar Martin Sinaga menegaskan bahwa air minum dalam galon polikarbonat tidak bisa menyebabkan kemandulan. Dia menjelaskan sejumlah penyebab kemandulan adalah gaya hidup yang tidak sehat hingga terkena penyakit tertentu.
"Isu yang menyebutkan air kemasan galon kuat polikarbonat itu bisa menyebabkan kemandulan pada pria itu tidak benar sama sekali. Itu tidak ada hubungannya," katanya.
Faktor gaya hidup menjadi penyebab yang paling mempengaruhi penyebab kemandulan pada pria. Misalnya merokok dan mengonsumsi alkohol yang diketahui dapat merusak spermatogenesis karena bekerja pada suhu maksimal.
Sedangkan pada wanita, selain karena gaya hidup, kemandulan juga bisa disebabkan oleh gangguan hormon atau yang dikenal dengan PCOS (Polycystic Ovary Syndrome) dan lingkungan. Selain itu, usia juga merupakan faktor gangguan kehamilan.
Mitos 2: BPA dapat menyebabkan gangguan reproduksi pada pria dan wanita.
Fakta: BPA dapat mempengaruhi hormon, tetapi bukti menunjukkan bahwa paparan dalam jumlah kecil tidak cukup untuk menyebabkan gangguan reproduksi yang serius. Banyak studi menunjukkan bahwa tingkat paparan BPA yang dihasilkan dari kemasan berbahan BPA masih jauh dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki otoritas mengatur ambang batas zat kimia pada makanan dan obat atau semacam BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) di Indonesia.
Teranyar, Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmad Zainal Abidin mengungkapkan bahwa hasil penelitian tidak menemukan adanya migrasi BPA dari galon PC ke dalam air. "Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi (non-detected/ND) BPA di semua sampel AMDK yang diuji," katanya.
Artinya, kadar BPA dalam galon masih sangat aman dan jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), BPOM dan Standar Nasional Indonesia (SNI).
"Penelitian ini menunjukkan semua sampel air minum yang diuji terbukti aman untuk dikonsumsi masyarakat dan telah sesuai dengan standar serta regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga standar internasional," katanya.
Mitos 3: BPA berkontribusi pada gangguan pertumbuhan anak.
Fakta: Beberapa penelitian mengaitkan BPA dengan potensi gangguan perkembangan pada anak, tetapi banyak ahli menyatakan bahwa faktor lingkungan dan nutrisi lebih berpengaruh. Kalaupun ditemukan, paparan BPA dalam penggunaan galon cenderung rendah dan dianggap aman.
Dokter Spesialis Anak sekaligus Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Rini Sekartini mengatakan hingga saat ini belum ada bukti bahwa air galon Polikarbonat bisa menyebabkan penyakit autis pada anak.
Senada, Psikolog Anak sekaligus Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi alias Kak Seto mengungkapkan tidak ada anak yang dilaporkan autis setelah mengonsumsi air dari galon guna ulang. "Sampai saat ini LPAI belum pernah mendengar laporan ada anak yang menderita autis karena terlalu banyak minum air galon," katanya.
Mitos 4: BPA menyebabkan kanker.
Fakta: Meskipun ada kekhawatiran mengenai hubungan antara BPA dan kanker, penelitian yang ada tidak menunjukkan hubungan yang jelas.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. Aru Wisaksono Sudoyo mengatakan belum ada bukti bahwa BPA yang terdapat dalam galon PC dapat mempengaruhi kesehatan dan menyebabkan kanker. Bukti ilmiah mengungkapkan bahwa kanker lebih banyak disebabkan oleh obesitas, gaya hidup kurang olahraga dan pola makan tidak sehat. Aru melanjutkan bahwa pengaruh zat kimiawi dari lingkungan sangat kecil dibanding tiga faktor tersebut. "BPA belum bisa dikaitkan dengan kanker karena datanya belum ada, data belum cukup," kata Aru.
Mitos 5: BPA menyebabkan obesitas.
Fakta: Beberapa studi menunjukkan kemungkinan hubungan antara BPA dan obesitas, tetapi hubungan ini kompleks dan masih diteliti. Banyak faktor lain, seperti pola makan dan aktivitas fisik, lebih dominan dalam penyebab obesitas.
Dokter spesialis anak, Diatrie Anindyajati menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada studi empiris satupun yang membuktikan bahwa mengonsumsi air dari galon PC bisa menyebabkan obesitas. Dia menegaskan bahwa kegemukan disebabkan karena asupan kalori berlebih.
Artinya, sambung dia, mengonsumsi air dalam galon guna ulang tidak berbahaya sama sekali alias aman karena sudah mendapatkan sertifikasi dari lembaga terkait, termasuk BPOM. "Kalau kita bicara obesitas itu kan surplus kalori, nah air kan nggak ada kalorinya, (berpikir) secara logika saja dulu," kata Diatrie.
Dari Fakta fakta diatas dapat disimpulkan bahwa belum ada bukti yang sangat kuat yang memperlihatkan hubungan antara berbagai penyakit dengan migrasi BPA pada kemasan galon air minum yang digunakan sehari hari. Penting untuk dicatat bahwa BPA yang masuk ke dalam tubuh akan melalui proses metabolisme, di mana tubuh akan memecah dan mengeluarkannya secara otomatis melalui urin.
Dokter Spesialis Gizi Klinis, Karin Wiradarma menjelaskan bahwa 90 persen BPA yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan oleh tubuh melalui urine dan feses. Sedangkan 10 persen sisanya masih sangat kecil dan jauh dari ambang batas aman untuk dapat mengganggu kesehatan.
Badan kesehatan, seperti FDA (Food and Drug Administration) dan WHO (World Health Organization), menetapkan ambang batas paparan BPA yang masih dalam batas aman. Penggunaan galon polikarbonat yang sesuai standar tidak menghasilkan paparan BPA yang melebihi batas ini, sehingga aman digunakan.
Pengamat Hukum Persaingan Usaha, Dr Ningrum Sirait mensinyalir, ramainya isu BPA belakangan dapat saja dipicu oleh adanya persaingan merebut pasar AMDK. Masyarakat diminta untuk aktif mencari informasi dan lebih cerdas dalam menyikapi isu tersebut.
Yang perlu diperhatikan adalah penelitian terkait BPA tidak pernah dilakukan spesifik pada BPA dalam galon, namun secara umum pada kemasan berbahan BPA seperti botol susu, kemasan makan dan lainnya. Secara keseluruhan, ada banyak kemasan pangan yang menggunakan BPA lebih tinggi dari pada galon. Lantas, mengapa yang diramaikan hanya galon saja?