Peneliti BRIN Sebut Penginderaan Jauh Punya Efek Positif Akurasi Memetakan Lahan Pertanian
- ANTARA Foto
Cerita Kita – Kecerdasan buatan dalam teknologi penginderaan jauh atau remote sensing dianggap punya efek positif terkait akurasi tinggi. Akurasi itu untuk memetakan kondisi lahan pertanian di Indonesia.
Demikian disampaikan peneliti pusat Riset geoinformatika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rizatus Shofiyati.
"Selama ini akurasi artificial intelligence pada remote sensing tinggi semua," kata Rizatus dalam lokakarya "Geoinformatika untuk Ketahanan Pangan" yang dikutip dari Antara, Kamis, 28 Maret 2024.
Rizatus mengatakan teknologi penginderaan jauh saat ini sudah mencapai tahap resolusi tinggi. Lalu, revisit time semakin cepat, konstalasi satelit, satelit mikro dan nano, platform data sharing banyak, mapping engine banyak, hingga drone mudah diperoleh.
Dia bilang sebelum memakai data penginderaan jauh, luas lahan baku sawah di Indonesia tidak akurat. Menurutnya, setiap kementerian/lembaga punya data yang berbeda.
Pada 2018, data lahan baku sawah di Indonesia mencapai 7,1 juta hektare yang tadinya 8,1 juta hektare.
Pemerintah kemudian membuat data lahan baku sawah menggunakan teknologi penginderaan jauh. Ia menekankan data lahan baku sawah sangat berpengaruh terhadap produksi beras dan estimasi kebutuhan sarana produksi pertanian.
Selanjutnya, pada Desember 2019, sinergi dan koordinasi antar-eselon I lingkup Kementerian Pertanian dengan BIG dan ATR/BPN melaporkan luas lahan baku sawah di Indonesia sebanyak 7,46 juta hektare.
Berdasarkan data United States Department of Agriculture (USDA) 2024, Indonesia termasuk negara pengonsumsi beras nomor empat terbanyak di dunia. Indonesia hanya kalah dari Cina, India, dan Bangladesh.
Rizatus menuturkan program-program diversifikasi pangan mesti ditingkatkan supaya tidak impor beras mengingat data produksi dan konsumsi beras di Indonesia minus.
"Pada 2023, produksi sebanyak 34 juta ton dan konsumsi mencapai 35,7 juta ton. Ini dari mana untuk menambah defisit kalau tidak impor?" ujar Rizatus.
Lebih lanjut, dia menjelaskan Indonesia sebetulnya punya upaya untuk menaikkan produksi beras melalui berbagai teknologi dan inovasi. Upaya itu bisa dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Dijelaskan dia, iklim juga sangat berpengaruh terhadap produksi beras, seperti kekeringan dan banjir.
BRIN mengembangkan layanan geoinformatika untuk memuat semua data dalam satu peta yang bisa menggambarkan di mana saja daerah yang memiliki ketahanan pangan. Dengan demikian, pemangku kepentingan bisa segera melakukan intervensi untuk meningkatkan ketahanan pangan di sana.
Teknologi penginderaan jauh dioptimalkan untuk dukung Indonesia bisa mewujudkan target ketahanan pangan serta kemandirian pangan secara nasional. (Ant)