Gagal Capai Target, Pejabat Kemenkeu Harus Dievaluasi

Gedung Kementerian Keuangan
Sumber :

Jakarta – Iskandar Sitorus, Sekretaris pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) menyoroti kinerja aparatur pajak pada tahun 2024 yang menurutnya kurang maksimal. Iskandar mengatakan target awal pajak tahun 2024 sebesar Rp1.986,9 triliun yang terlihat dengan rinci pada buku I RUU APBN 2024 yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan (Kemkeu). 

Presiden Prabowo Kenalkan Pengusaha Terkemuka Kalimantan Haji Isam ke Investor Jepang

Ternyata capaian penerimaan pajak tahun 2024 hanya Rp1.932,4 triliun yang berarti jumlah itu di bawah target penerimaan pajak yang awalnya adalah Rp1.986,9 triliun (kenaikan sebesar 9,3% dari tahun sebelumnya) lalu kemudian mengalami kenaikan sebesar Rp2 triliun dibandingkan dengan target semula, sehingga menjadi Rp1.988,9 triliun).

“Saat ini sudah terlihat kinerja pencapaian pajak tidak terwujud sehingga terdapat kekurangan setoran pajak sebesar Rp56,5 triliun. Padahal target itu sudah tercantum dengan tegas dalam UU APBN 2024. Kenapa hal itu bisa terjadi?” kata Iskandar dalam keterangan yang diterima, Jumat, 10 Januari 2025.

Prabowo Berpeluang Hattrick ‘King Maker’ di Pilgub Jakarta Jika RK-Suswono Menang

Dia mengaku heran karena Kemkeu memiliki kelengkapan instrumen dengan berbagai kewenangan dan dibiayai negara namun terbukti gagal mewujudkan amanat UU APBN. Menurutnya target penerimaan pajak gagal diwujudkan karena buruknya kinerja Kemkeu sehingga terjadi kekurangan tersebut.

“Hal itu mengakibatkan negara akan berupaya dengan cara lain seperti berhutang? Bukankah berutang akan timbulkan konsekuensi atau beban lain terhadap negara?” ujarnya

Ratusan Massa Demo di Depan Kejaksaan Agung, Minta Jaksa Nakal Ditindak Tegas

Iskandar mengatakan, capaian penerimaan pajak tahun 2024 hanya Rp1.932,4 triliun, di bawah target penerimaan pajak pada tahun 2024 Rp1.986,9 triliun, lalu kemudian mengalami kenaikan sebesar Rp2 triliun dibandingkan dengan target semula, sehingga menjadi Rp1.988,9 triliun). Itu berarti bahwa kinerja target capaian pajak tidak terwujud sehingga terdapat kekurangan setoran pajak sebesar Rp56,5 triliun. 

Padahal target itu sudah tercantum dalam UU APBN 2024 yang disepakati bersama antara DPR RI dan pemerintah. “Lalu untuk apa Kemkeu memiliki kelengkapan instrumem dengan berbagai kewenangan yang luas? Tetapi kemudian malah teramat rajin menyalahkan hal-hal yang sepatutnya mampu untuk dianalisa atau diprediksi saat menyusun RUU APBN?” Ujarnya

Secara nyata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) bulan November 2024 menyatakan bahwa tahun 2024 merupakan tahun yang berat untuk mengumpulkan penerimaan pajak. Salah satu alasannya harga-harga dari CPO, batu bara, mengalami penurunan. 

Iskandar mengatakan, Semua alasan Menkeu itu membuka tabir bahwa seakan mereka tidak mampu menganalisa dan memprediksinya pada tahun tahun 2023 saat menyusun RUU APBN 2024. “Masa hampir di akhir tahun tapi Menkeu baru sebut seperti itu, apa hal tersebut tidak masuk dalam analisa mereka saat perencanaan UU APBN 2024?” Ujarnya

Menurut Iskandar, Publik tentu tidak akan mau diam. “Benarkah semua alasan Kemkeu itu bahwa kegagalan pencapaian target tersebut sama sekali tidak terkait dengan kemampuan kinerja mereka? Benarkah mereka mumpuni berkinerja?,” ujarnya

“Belum satupun penyataan Menkeu SMI menyatakan tentang bagaimana kinerja kementeriannya terkait ketidak-berhasilan pencapaian pajak tersebut. Semudah itu-kah untuk lari dari tanggungjawab tugas pokok dan fungsi kementeriannya? Harusnya Menteri SMI yang kerap disebut-sebut terbaik itu mau dengan rendah hati menyibak seperti apa kinerja dia dan anak buahnya,” kata Iskandar.

Dia juga mengatakan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tidak mampu mewujudkan kinerja yang telah ditargetkan maka layak diterapkan sanksi seperti terdapat pada pasal 77 UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang berbunyi: ASN wajib memenuhi target kinerja yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja. 

“Jika tidak tercapai, ASN dapat dikenakan evaluasi kinerja. Itu bertujuan untuk menentukan apakah ASN memenuhi target yang ditentukan, atau ada pelanggaran terhadap standar kerja,” ujarnya

Ada juga Peraturan Pemerintah (PP) nomor 94 tahun 2021 yang atur tentang sanksi disiplin PNS yang tidak memenuhi kewajiban, termasuk tidak melaksanakan tugas atau target kinerja yang telah ditentukan. Jenis sanksinya bisa disiplin ringan; sedang dan berat. 

Penerapan sanksi ini tergantung pada tingkat kesalahan, dampak pada organisasi, dan evaluasi pimpinan terhadap ketidak-tercapaian kinerja.

Ketiga, ada Permenpan RB nomor 6 tahun 2022 tentang manajemen kinerja ASN yang mengatur tentang mekanisme evaluasi kinerja ASN, termasuk jika target tidak tercapai.

Untuk membantu Menkeu SMI maka mari kita amati postur kinerja ASN Kemkeu terkait perencanaan, penyusunan target penerimaan pajak. 

Terlihat pihak yang paling bertanggung-jawab di Kemkeu adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang utama  bertanggung-jawab menyusun target penerimaan pajak. 

Sebab DJP memiliki data terkait wajib pajak, sektor ekonomi, dan tren kepatuhan pajak yang menjadi dasar dalam estimasi potensi penerimaan. DJP juga jalankan program intensifikasi (peningkatan kepatuhan pajak) dan ekstensifikasi (perluasan basis pajak).

Sementara yang paling bertanggung jawab untuk mengevaluasi penyusunan target pajak adalah Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sebagai lembaga think-tank yang melakukan analisis mendalam terhadap kebijakan perpajakan, asumsi ekonomi, dan dampaknya terhadap penerimaan negara.

Sementara Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) bertanggung jawab mengevaluasi pencapaian pajak dalam konteks realisasi penerimaan negara dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN. 

Sebab DJA memantau kinerja realisasi anggaran, termasuk penerimaan pajak, untuk memastikan kesesuaian antara target dan realisasi. DJA juga melakukan analisis dampak kinerja penerimaan pajak terhadap kemampuan pembiayaan program pemerintah. 

Termasuk Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) serta Sekretariat Jenderal (Setjen) yang mendukung administrasi dan koordinasi antar-direktorat, termasuk penyusunan dokumen resmi perencanaan target pajak.

Secara teknis terlihat keunikan lain. Sudah gagal penuhi capaian pajak namun Direktur Jenderal Pajak Kemkeu, Suryo Utomo, malah semangat memperkirakan potensi penerimaan yang dapat diraup atas pemberlakuan PPN 12 persen untuk barang mewah hanya sebesar Rp3,5 triliun. 

Disebutnya nilai itu sangat jauh dari potensi penerimaan negara yang bisa didapat apabila tarif PPN 12 persen ditetapkan untuk seluruh barang dan jasa yang bisa mencapai Rp75 triliun. Dia seperti hendak lari dari persoalan pencapaian target 2024. 

"Yang diprediksi tahun 2023 saja tidak bisa dipertanggung-jawabkan realisasinya, namun sekarang dia senang berprediksi baru sambil melupakan prediksi capaian yang gagal itu," kata Iskandar

Sudah saatnya Menkeu SMI melakukan penilaian menyeluruh terhadap anak buahnya untuk kemudian menerapkan sanksi terhadap kegagalan pencapaian itu. Sehingga mengganti pejabat yang berkontribusi mengakibatkan kegagalan sebab berbasis kajian Kemkeu pada UU APBN 2024 adalah bentuk pembenahan secara bijaksana.

Sembari Presiden Prabowo Subianto sebaiknya meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk melakukan audit terhadap kegagalan pencapaian target pajak yang disusun Kemkeu. BPK RI sebagai lembaga eksternal sesuai fungsinya ideal memeriksa pengelolaan keuangan negara, termasuk realisasi penerimaan pajak. Sehingga ke depan hari persoalan kegagalan seperti saat ini tidak terulang lagi.