Evaluasi 100 Hari Kerja Prabowo: Pemulihan Ekonomi Masih Omon-omon?

Presiden Prabowo
Sumber :

Jakarta – Direktur Eksekutif Indo Dialektika Network (IDN), Agus Fitriadi, perlu adanya evaluasi 100 hari kerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam upaya pemulihan ekonomi nasional masih bersifat omong-omong belaka.

Manajemen Buka Suara Jawab Polemik Publik, PSN dan PIK 2 Adalah Hal Berbeda

Ia menyoroti bahwa berbagai kunjungan kerja ke luar negeri, termasuk ke Tiongkok, Amerika Serikat, Inggris, negara-negara ASEAN, dan lainnya, belum menunjukkan hasil nyata yang signifikan. 

"Lawatan Presiden Prabowo ke berbagai negara dengan tujuan meningkatkan kerja sama ekonomi, hingga kini belum ada dampak konkret yang dirasakan oleh perekonomian domestik. Sebagai contoh, kunjungan ke Tiongkok pada November 2024 menghasilkan sejumlah kesepakatan kerja sama, namun implementasinya masih belum terlihat jelas," katanya dalam keterangannya. 

Prabowo, Inspirasi Gandhi dan Spirit Swadesi

Agus juga menyoroti program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dianggap terlalu ambisius, sebab akan memakan porsi anggaran APBN 2025 sebesar Rp171 triliun, meskipun program ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 2 persen. 

"Secara ekonomi makro, efektivitasnya dalam jangka panjang dan potensi dampaknya terhadap stabilitas fiskal negara sangat besar," katanya. 

MPSI: Statemen Jokowi Seharusnya Jadi Tokoh Bangsa, Bukan Memperkeruh Situasi

Agus menambahkan bahwa meskipun survei menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Prabowo mencapai 81 persen setelah 100 hari kerja, namun faktor ini disebabkan karena lebih pada masalah popularitas program MBG semata. 

"Popularitas program populis seperti Makan Bergizi Gratis, tanpa disertai perbaikan fundamental dalam iklim investasi dan kebijakan ekonomi yang berkelanjutan akan jadi momok dalam pemerintahan Prabowo ini," jelasnya. 

Menurutnya, perbaikan iklim investasi di Indonesia masih bersifat sporadis dan tidak terarah.

"Hal ini tercermin dari kebijakan pemerintah yang sering berubah-ubah, seperti dalam kasus perubahan kebijakan PPN 12% yang menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku usaha," tegasnya.

Agus menekankan pentingnya pemerintah untuk fokus pada reformasi struktural yang dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif dan berkelanjutan.

"Tanpa langkah konkret dalam perbaikan regulasi dan kepastian hukum, upaya menarik investasi asing melalui kunjungan diplomatik hanya akan menjadi wacana tanpa realisasi nyata. Apalagi, pemerintah tidak dapat menjamin kenyamanan investor yang existing saat ini," pungkasnya.