BEM Malang Raya Gelar Seminar, Kritisi RUU Kejaksaan dan RKUHAP untuk Keadilan

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya
Sumber :

Malang – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya berkolaborasi bersama Gerakan rakyat Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim menggelar Seminar Nasional yang bertajuk "Urgensi RUU Kejaksaan & RKUHAP: Menata Ulang Kewenangan atau Memperkuat Arogansi Penegak Hukum?" Jumat 14 Februari 2025.

Penerapan Asas Dominus Litis, Berdampak Buruk pada Sistem Peradilan Indonesia

Seminar itu menghadirkan sejumlah pakar hukum sebagai narasumber seperti, Dekan fakultas syari'ah Prof Sudirman, praktisi hukum Fajar Santoso, dan aktivis mahasiswa Muammar Shidiq. 

Seminar itu merupakan rangkaian dari kegiatan serupa yang dilakukan pada 12 Februari lalu.

Hukum Dimonopoli Kejaksaan,Aksi serba Hitam Kepung Gedung DPR

Kegiatan Ini menjadikan ruang diskusi dan tukar pendapat bagi akademisi, mahasiswa, dan praktisi hukum untuk membahas mengenai revisi Undang-Undang Kejaksaan dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang tengah menjadi sorotan publik. 

Fokus utama diskusi itu ialah perubahan sistem penyidikan dengan membatasi kewenangan penyidikan kepolisian akan melalui pengawasan kejaksaan dan pengadilan agar menciptakan proses penegakan hukum yang lebih efektif dan humanis. 

Gelar Aksi Damai di Depan MA, LQ Indonesia dan Aliansi Cerdas Hukum Kawal Kasasi JPU Kota Medan

Prof Sudirman sendiri mengapresiasi seminar nasional yang diselenggarakan oleh mahasiswa di UIN Maulana Malik Ibrahim ini. 

Dia menjelaskan diskusi kritis mengenai RUU Kejaksaan dan RKUHAP sangat penting karena menyangkut sistem perundang-undangan yang berpotensi merugikan banyak pihak. 

"Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran strategis dalam mengawal kebijakan hukum agar tetap berpihak pada keadilan dan kepentingan rakyat," kata Sudirman.

"Saya mendukung penuh inisiatif ini dan berharap seminar ini dapat menghasilkan gagasan-gagasan konstruktif yang dapat menjadi bahan evaluasi bagi pembuat kebijakan," lanjutnya.

Sementara itu, Fajar Santoso menjelaskan sejatinya Undang-Undang Kejaksaan memang bermasalah sebab mengindikasikan tentang adanya abuse of power dalam penegakan hukum di Indonesia. 

"Bukannya membenahi substansi yang bermasalah dalam UU Kejaksaan, pemerintah malah melanggengkan abuse of power Kejaksaan dalam RKUHAP," kata Fajar.

Dia menjelaskan RUU ini juga mengatur tentang kekebalan hukum bagi jaksa dalam melaksanakan tugasnya dan dianggap berpotensi melindungi jaksa yang melakukan pelanggaran hukum. 

"Ini dapat membuat jaksa merasa kebal terhadap hukum dan tidak bertanggung jawab atas tindakan yang mereka lakukan," tuturnya.

Dia menekankan perlunya pembaruan hukum acara pidana setelah 44 tahun berlakunya KUHP lama, mengingat sistem hukum saat ini sudah tidak efektif. 

Senada, Muammar Shidiq juga turut memberikan perspektif kritis mengenai implikasi revisi ini terhadap hak asasi manusia dan prinsip keadilan.

Menurutnya, perubahan kebijakan hukum harus tetap berpihak pada masyarakat serta menjamin due process of law dalam setiap tahapan peradilan pidana. 

Dia juga menjelaskan bukan hanya rancangan undang-undang saja yang di revisi, melainkan juga pada penegak hukumnya perlu dan harus sesuai dengan moralitas budaya ketimuran. 

Dia juga mempertanyakan RKUHAP asas dominus litis yang memberikan kewenangan penuh kepada jaksa untuk menentukan kelanjutan suatu perkara pidana.

"Hal ini dikhawatirkan dapat menghilangkan peran penyidik dan membuka peluang terjadinya intervensi dalam proses hukum," tuturnya.

Dengan adanya seminar ini, diharapkan lahir kesadaran kolektif untuk mengawal revisi RUU Kejaksaan dan RKUHAP agar menghasilkan kebijakan yang adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan publik.