Massa Demo, Desak Pengacara Hedon Pelaku Suap Hakim Rp60 Miliar Dihukum Berat
Jakarta – Kasus dugaan suap terkait putusan onslag atau lepas dalam perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO), dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit periode Januari 2021-Maret 2022 menuai sorotan. Di mana, suap Rp60 miliar itu melibatkan hakim dan pengacara.
Koordinator aksi sekaligus Ketua Perkumpulan Pemuda Keadilan, Dendi Budiman, melontarkan kritik tajam terhadap dua pengacara publik, Marcella dan Ary Bakrie, yang bermain dalam praktik suap tersebut. Bahkan, ia menilai, para pengacara itu memamerkan gaya hidup hedonis di tengah penderitaan rakyat.
Di Facebook, Marcella berpose di depan Ferarri, sementara di TikTok, Ary kasih wejangan soal “Ani-Ani” sambil pamer mobil mewah, rumah mewah, sampai speedboat. Ia juga posting banyak plesiran ke luar negeri. Bahkan, ada ekspedisi Antartika bersama National Geographic.
“Saat rakyat susah, pengacara-pengacara hedon malah pamer kekayaan, yang mereka dapat dengan cara “melacur”. Menggadaikan idealisme hukum dengan menghalalkan segala cara," ujar Dendi dalam keterangannya, Selasa (22/4/2025).
Menurut Dendi, kedua pengacara yang kini sudah ditetapkan tersangka oleh Kejagung itu diketahui aktif membela tokoh-tokoh yang terjerat kasus korupsi kelas berat. Di antaranya, Rafael Alun Trisambodo, mantan pejabat pajak yang terlibat skandal kekayaan tidak wajar; Harvey Moeis, suami artis Sandra Dewi yang menjadi tersangka korupsi timah senilai Rp300 triliun; Helena Lim, pengusaha yang dikenal sebagai “crazy rich PIK”.
Kemudian, Arif Rachman Arifin, tersangka kasus obstruction of justice dalam pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo.
"Marcella dan Ary, simbol profesi yang menghianati rakyat. Pengacara yg gemar pamer gaya hidup mewah yang dibangun di atas kerja-kerja amoral. Saat rakyat susah, dua pengacara ini malah pamer kemewahan hasil dari jual beli keadilan. Bukan sekadar pelanggaran hukum, ini pelanggaran etik paling menjijikkan,” katanya.
Dendi juga menyerukan reformasi total dalam dunia advokat Indonesia. Ia mendesak pemerintah dan institusi hukum untuk membongkar praktik mafia hukum dan memulai perombakan dari akar.
"Pengacara banyak gaya tapi miskin integritas. Saya pikir sudah saatnya kita mereformasi total pendidikan para pengacara kita. Jangan lagi ada mafia hukum, bandit, makelar kasus, atau sales vonis berkedok pengacara. Atas nama anak bangsa kita menolak percaya kepada pengacara banyak gaya, hentikan semua kemunafikan dan persekongkolan jahat di balik meja hijau. Kita muak," imbuhnya.
Dendi juga mendorong pembentukan lembaga penegak kode etik profesi advokat yang tunggal dan independen, serta pengawasan ketat terhadap praktik magang, rekrutmen, hingga lisensi pengacara. Tak hanya itu, ia menyebut kantor-kantor hukum dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) tertentu kini menjadi “sarang mafia hukum” yang perlu dibubarkan.
"Bubarkan kantor-kantor hukum, LBH-LBH tempat para mafia hukum bersarang, tempat para bandit dengan jubah pengacara," tegasnya.
Ia pun menuntut dilakukannya reformasi total pendidikan profesi advokat, mulai dari syarat hingga magang dan penegakan kode etik. Lalu pengacara itu harus kembali ke khitahnya, untuk Keadilan bukan semata mencari kehidupan.
"Kita usulkan harus ada badan atau lembaga penegak kode etik profesi advokat yang tunggal," pungkasnya.