Dari Bareskrim ke Kejati Jabar, Laporan Ridwan Kamil Terkait UU ITE Masuki Tahap Krusial
Jakarta – Perkembangan kasus dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran terhadap UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dilaporkan Ridwan Kamil, sudah memasuki babak baru. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri telah memeriksa enam saksi dan dalam wakru dekkat akan memeriksa saksi-saki lainnya.
“Untuk kasus RK, enam orang saksi sudah diperiksa dan masih berlanjut,Dalam waktu dekat akan dilakukan pemeriksaan kepada semua yang berhubungan dengan kasus ini,” kata Direktur Tindak Pidanan Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji kepada wartawan Rabu (21/5).
Himawan memastikan, hingga saat ini proses penyidikan dan pemeriksaan saksi untuk laporan dari Ridwan Kamil masih terus berjalan.
Untuk status perkara, Himawan mengatakan, laporan Ridwan Kamil tentang pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE sudah naik ke tahap penyidikan. Meski demikian, Himawan belum bisa memastikan penetapan tersangka dalam kasus ini.
Sebagai informasi, Ridwan Kamil melaporkan beberapa pihak ke Bareskrim Polri pada 11 April 2025 lalu. Langkah Dittipidsiber Bareskrim Polri yang saat ini sudah berada di wilayah penyidikan pun terjawab ketika Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikkan (SPDP) dilayangkan Bareskrim ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar), Jumat, 2 Mei 2025 lalu,
Penerimaan SPDP ini menandai langkah awal Kejati Jabar dalam menindaklanjuti dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Ridwan Kamil kepada Bareskrim Polri.
Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jawa Barat, Nur Sricahyawijaya, laporan tersebut memiliki tempus locus delicti di wilayah hukum Jawa Barat. Oleh sebab itu pihaknya akan terlibat untuk mengikuti perkembangan penyidikan atas laporan tersebut.
"Tanggal 2 Mei 2025 kemarin, Kejati Jabar telah menerima SPDP dari teman-teman penyidik Bareskrim Polri. Tercantum pelapornya saudara MRK,” kata Cahya saat dikonfirmasi, Selasa (20/5/2025).
Cahya juga mengatakan, SPDP yang pihaknya terima berkaitan dengan dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kejati Jabar juga telah menunjuk enam jaksa penuntut umum untuk menindaklanjuti SPDP tersebut.
"Kajati Jabar menunjuk 6 orang jaksa untuk mengikuti perkembangan penyidikan. Pasal sangkaannya Pasal 51 (1), Jo Pasal 53 dan atau pasal 48 (1) Jo Pasal 32 (2) dan/atau Pasal 45 (4) Jo Pasal 27A Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE,"
Mewaili Tim Kuasa Hukum Ridwan Kamil, Muslim Jaya Butarbutar menyampaikan apresiasi atas langkah Dittipidsiber Bareskrim Polri yang serius menangani kasus ini. Dalam pernyataannya, Muslim menekankan bahwa laporan ini bukan sekadar persoalan pribadi, melainkan upaya melindungi integritas hukum dan hak individu dari penyalahgunaan media digital.
"Klien kami, Ridwan Kamil, adalah sosok publik yang selama ini konsisten menjunjung tinggi etika dan hukum. Sayangnya, beliau menjadi korban dari penyebaran narasi tidak benar yang tidak hanya merugikan secara personal, tetapi juga berpotensi merusak tatanan sosial,” katanya.
Lebih lanjut, Muslim menjelaskan bahwa kasus ini seharusnya menjadi perhatian bersama mengenai pentingnya literasi digital dan tanggung jawab moral dalam bermedia sosial. Menurutnya, perkembangan teknologi informasi yang pesat harus diimbangi dengan kesadaran akan konsekuensi hukum dari setiap unggahan.
"Kami percaya, dalam negara hukum, setiap pihak harus bertanggung jawab atas pernyataannya, terutama jika disebarkan secara masif melalui platform digital,” ujar Muslim.
Muslim menegaskan bahwa tim hukum Ridwan Kamil sepenuhnya mendukung kebebasan berpendapat sebagai hak konstitusional, namun menekankan bahwa kebebasan tersebut bukanlah hak mutlak tanpa batas."Ketika informasi yang tidak terbukti disebarkan secara gegabah, apalagi dengan dampak yang merusak reputasi dan kehidupan keluarga, maka hukum harus bertindak,” paparnya.
Dia menambahkan bahwa kasus ini seharusnya dilihat sebagai upaya untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat, bukan sekadar perseteruan antara dua pihak. "Ini bukan tentang membungkam pendapat, melainkan memastikan bahwa ruang digital tidak menjadi tempat untuk penghancuran karakter tanpa dasar. Kami berharap kasus ini bisa menjadi bagian dari upaya penegakan hukum di dunia maya,”ucapnya.