Desak Kemenhub, Adian Napitupulu Nilai Tarif Ojol Rugikan Konsumen dan Pengemudi

Adian Napitupulu
Sumber :

Jakarta – Komisi V DPR RI mengadakan rapat bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Senin (30/6), untuk membahas potongan tarif aplikasi sebesar 10 persen yang dikeluhkan oleh para pengemudi ojek dan taksi online.

Warga Jaktim Ngadu ke Ketua Komisi 3 DPR Habiburokhman soal Dugaan Mafia Tanah

Dalam rapat tersebut, Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu, menyoroti berbagai pungutan dari perusahaan aplikasi transportasi online yang dinilai tak memiliki landasan hukum yang jelas. Salah satunya adalah biaya aplikasi Rp 2.000 dan biaya perjalanan aman Rp 1.000 yang dibebankan kepada pengguna maupun mitra pengemudi.

Adian mempertanyakan legitimasi pungutan tersebut. Ia menilai, asuransi sudah termasuk saat seseorang memiliki SIM dan STNK, sehingga penarikan biaya tambahan seolah-olah untuk perlindungan dinilai ganjil. Menurut perhitungannya, jika ada sekitar 3 juta driver yang hanya mengambil satu perjalanan sehari, perusahaan aplikasi bisa meraup hingga Rp 9 miliar per hari dari pungutan tersebut.

Dukung Presiden Prabowo Batalkan Ijin Tambang di Raja Ampat, Rieke: Save Serambi Makkah

"Asuransi bukannya sudah ada saat kita bikin SIM dan ada juga di STNK. Jadi ini Rp2.000 ditambah Rp 1.000 dikali katakanlah 3 juta driver. Anggap mereka hanya ambil satu trip per hari, maka aplikator dapat Rp 9 miliar per hari," jelas dia dalam rapat kerja bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Senin (30/6).

Ia juga mengkritik berbagai biaya tambahan seperti promo Rp 3.000, yang sebenarnya dibebankan kepada pengemudi dan pengguna tanpa dasar hukum yang kuat. Adian menyebut praktik ini berpotensi termasuk dalam kategori pungutan liar (pungli).

Indonesian Audit Watch Desak Presiden Prabowo Bongkar Skandal Frekuensi, Dugaan Kerugian Negara Capai Triliunan Rupiah

"Promo Rp 3.000, biaya perjalanan aman Rp 1.000, biaya aplikasi Rp 2.000. Itu yang jadi promo mereka, dipungut dari driver dan konsumen tanpa dasar hukum. Kalau pungli itu pungutan tanpa dasar hukum, bisakah ini disebut pungli?" imbuh Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan ini

Dengan nada kritis, ia menantang Kemenhub untuk membuka data dan menjelaskan secara transparan dasar penetapan kebijakan, termasuk soal skema potongan "15 plus 5 persen". Ia mendesak agar kebijakan tidak diterima begitu saja hanya karena dikeluarkan oleh kementerian.

Halaman Selanjutnya
img_title