Soroti Hilangnya Kuota Pelanggan yang Raib, Legislator PDI Perjuangan: Operator Kejam
Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Sadarestuwati, menyoroti sejumlah persoalan krusial dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direktur Utama PT Telkom Indonesia, Dian Siswarini.
Dalam forum tersebut, ia mempertanyakan selisih yang signifikan antara pendapatan usaha, laba usaha, dan laba bersih Telkom pada triwulan pertama 2025.
“Yang pertama, saya ingin mendapatkan penjelasan berkaitan dengan pendapatan usaha triwulan pertama tahun 2025. Pendapatan usahanya Rp36,6 triliun, kemudian laba usahanya Rp18,2 triliun. Ini berarti marginnya 49,8 persen. Namun, laba bersihnya justru turun menjadi Rp15,9 triliun,” ujar Sadarestuwati dalam rapat yang digelar pada Rabu, 2 Juli 2025.
Politisi PDI Perjuangan itu menilai margin yang terpaut cukup jauh tersebut perlu mendapat penjelasan lebih lanjut. Ia mengingatkan bahwa Telkom merupakan salah satu BUMN strategis dengan dominasi pasar yang kuat, terutama lewat Telkomsel.
“Kalau melihat Telkom ini kan sebenarnya salah satu perusahaan negara yang bisa dibilang perusahaan monopoli walaupun ada pesaingnya. Tapi dominasinya tetap Telkomsel. Nah, apakah iya laba usaha sebesar itu, tapi bersihnya hanya Rp15,9 triliun? Tolong dijelaskan, hitungannya seperti apa, dan dana itu larinya ke mana?” tegasnya.
Tak hanya soal kinerja keuangan, Sadarestuwati juga menyoroti hilangnya kuota para pelanggan Telkomsel yang dinilai sangat merugikan masyarakat. Ia bahkan menyamakan praktik tersebut dengan promo aplikasi ojek online yang kerap dikeluhkan pengguna.
“Kalau di Komisi V itu bilang aplikator kejam karena promo ojol yang bohong, di sini saya katakan Telkomsel kejam karena melenyapkan kuota para penggunanya. Ini jumlahnya tidak sedikit loh,” katanya.
Ia kemudian membagikan pengalamannya sendiri di daerah. Menurutnya, layanan internet seperti Starlink belum menjangkau wilayah pelosok, termasuk desa tempat tinggalnya.
“Starlink tidak bisa menjangkau daerah pelosok seperti desa saya. Saya sendiri kalau mau telepon, sudah pakai jaringan wi-fi. Tapi kalau tidak sedang di lantai atas rumah, saya harus keluar dulu untuk bisa menelepon,” ungkapnya.
Sadarestuwati pun meminta Telkom untuk transparan soal ke mana perginya sisa kuota pelanggan yang tidak terpakai. Menurutnya, sisa kuota itu seharusnya masuk ke dalam komponen laba perusahaan.
“Contoh, saya pakai kartu Halo, tapi hampir tidak pernah digunakan secara aktif. Tiap bulan tetap harus membayar, padahal yang terpakai tidak sampai 50 persen. Nah, ini saya tanya, ke mana larinya sisa kuota itu?” ujar dia.
Lebih lanjut, Sadarestuwati juga mempertanyakan kontribusi Telkom terhadap negara yang dinilai belum maksimal. Ia menyebut, kontribusi Telkom lewat pajak dan dividen selama periode 2020 hingga 2024 hanya sekitar Rp20 triliun.
“Kalau melihat usaha Telkom Group, harusnya bisa jauh lebih besar dari itu. Kalau boleh saya katakan, kontribusinya tidak sekecil ini,” katanya.
Di akhir pernyataannya, Sadarestuwati menyoroti soal gangguan jaringan yang kerap terjadi saat momen penting, termasuk ketika penghitungan suara Pemilu.
“Terakhir, saya ingin bertanya soal jaringan yang selalu trouble saat pesta demokrasi, seperti saat penghitungan suara KPU yang tiba-tiba berhenti. Nah, setelah berhenti, angkanya berubah. Ini tanggung jawab Telkom atau KPU? Kenapa bisa begitu?” tanyanya.
Ia berharap, jajaran direksi baru Telkom mampu menjawab semua persoalan tersebut secara terbuka dan menjalankan tata kelola yang lebih transparan, agar kehadiran BUMN ini benar-benar memberi manfaat maksimal bagi masyarakat.