8 Tahun Jadi Korban Mafia Tanah, Prof Mokoginta: Masih Layak RI Disebut Negara Hukum?
Jakarta – Prof Ing Mokoginta sudah bukan nama asing lagi di telinga kita. Dia adalah seorang korban mafia tanah yang derajatnya diturunkan oleh oknum pengegak hukum di Indonesia dari Profesor menjadi pengemis keadilan
Prof Ing Mokoginta sudah berulang tahun ke 8 menjadi korban mafia tanah dan belum mendapatkan kepastian hukum, bahkan tidak bisa merebut tanahnya di kota kotamobagu, Sulawesi Utara
Saat diwawancara, Mokoginta mengaku kecewa karena Indonesia sudah berganti kepemimpinan, tapi penegakkan hukum masih sama.
"Harus ganti berapa presiden dan harus ganti berapa kapolri baru hak kami atas tanah bisa kembali, saya bingung bercampur kecewa,” kata Mokoginta dalam keterangannya, Sabtu. 1 Februari 2025.
“Saat saya seorang rakyat berjuang mencari keadilan, negara hanya diam" sambungnya
Dua juga menambahkan bahwa sudah ada 2 putusan inkrah dari Pengadilan Negeri dan PTUN yang menyatakan bahwa dirinya pemilik tanah yang sah. Namun putusan itu tidak memiliki kekuatan untuk mengembalikan hak-haknya yang dirampas mafia tanah.
“Terus masih bisakah dan layakkah kita menyebut negara Indonesia ini negara hukum?" Tanyanya
Prof Ing Mokoginta menerangkan bahwa ada 4 Laporan Polisi yang mana 5 tahun lebih ada di Polda sulut dan 2 tahun lebih di Bareskrim Polri. Ada pun laporan polisi di bareskrim nomor laporan polisi 541 yang ditangani unit III Subdit II Dittipidum Bareskrim Polri dan Laporan Polisi Nomor 460 Unit I Subdit IV Dittipidum Bareskrim Polri.
“Namun karena laporan polisi saya di Unit III Subdit II Dittipidum saya malah mendapatkan intimidasi dari oknum perwira di Mabes Polri ditambah lagi seperti petir di siang bolong laporan polisi di Unit I Subdit IV Dittipidum di SP3 oleh oknum kanit yang punya sejarah sebagai polisi yang bermasalah berinisial Kompol OS,” ujarnya
"Sudah tidak terhitung berapa ratus surat permohonan dan aduan kepada kepolisian, kementerian terkait, DPR RI bahkan ke Presiden sekalipun berujung jadi tumpukan kertas yang menjadi sarang nyamuk saja" ujarnya
“Ini adalah kesalahan saya, seorang profesor terbodoh sepanjang sejarah karena percaya keadilan di Indonesia itu ada,” Tutupnya dengan kecewa