Kasus Judi Online dan Upaya Pengalihan Isu: Siapa Dalang Sebenarnya?
Jakarta – Kasus judi online (judol) menjadi sorotan publik setelah sejumlah nama dari internal Kementerian Kominfo (sekarang Komdigi, red) terseret. Alih-alih fokus pada pengungkapan jaringan bandar yang masih bebas beroperasi, perhatian publik justru digiring pada Budi Arie Setiadi, mantan Menteri Kominfo.
Ketua DPC Projo Karimun, Wisnu Hidayatullah, mengatakan, tuduhan terhadap sosok penggerak utama pemberantasan situs judol itu tak main-main. Ia disebut-sebut menerima aliran dana dari bandar sebagai imbalan untuk membiarkan situs-situs judol tetap aktif.
Namun, hingga saat ini, tidak satu pun bukti hukum yang bisa menguatkan tuduhan tersebut. "Sebaliknya, banyak pihak menilai tudingan tersebut sebagai upaya sistematis untuk menjatuhkan reputasi salah satu pejuang utama dalam perang melawan kejahatan digital di Indonesia," kata Wisnu dalam keterangannya, Sabtu, 31 Mei 2025.
Saat proses persidangan terakhir terkuak fakta jaringan pelindung situs judol dikendalikan kelompok terorganisir yang dipimpin Alwin Jabar Kiemas. Ia berperan sebagai pengepul dana dari para bandar dan menjalin koneksi dengan sejumlah oknum internal Kominfo, termasuk dua nama yang kini menjadi sorotan, yakni Denden dan Adhi Kismanto atau AK.
Adhi Kismanto, yang awalnya dikenal sebagai sosok yang aktif dalam tim takedown situs-situs judol, ternyata direkrut Toni, individu yang mengklaim dirinya sebagai orang dekat Budi Arie. Sejak Maret 2024, Adhi Kismanto diketahui mulai bekerja sama dengan Alwin dan menerima pembagian dana hasil operasi ilegal ini.
Dari kesaksian yang beredar, disebutkan 50 persen dana tersebut “diperuntukkan” bagi Budi Arie—klaim yang belum terbukti secara hukum dan masih bersifat asumtif.
“Kalau pejuang digital seperti Budi Arie dijadikan tumbal politik, maka bangsa ini sedang merobohkan benteng terakhirnya dalam perang melawan kejahatan digital,” kata Wisnu.
Selama masa jabatan Budi Arie, kata Wisnu, Indonesia mencatat sejarah pemberantasan jutaan situs Judol dan mengamankan ratusan triliun uang rakyat agar tak terhisap bandar judi. Budi Arie juga dikenal sebagai penggagas sistem filterisasi berbasis AI pertama di Asia Tenggara. Namun, pasca tidak lagi menjabat, geliat situs judol justru makin menggila.
Saat gaung pemberantasan mulai redup, opini publik seperti diarahkan untuk melupakan siapa sebenarnya aktor utama di balik kebangkitan kembali praktik kejahatan digital ini. Bahkan, Mahfud MD, yang menjabat Menko Polhukam periode 2019-2023 baru sekarang angkat suara dan menyudutkan Budi Arie.
Padahal, selama bertahun-tahun ia berada di posisi strategis yang sangat mungkin untuk turut mengatasi maraknya judol.
"Publik pun bertanya-tanya, mengapa Mahfud baru bersuara sekarang, dan mengapa pernyataannya justru mengarah pada delegitimasi sosok yang selama ini dikenal aktif dalam pemberantasan situs ilegal?" katanya.
Berbagai pertanyaan lainnya menyusul seperti apakah ada skenario politik tertentu di balik keterlambatan respons Mahfud MD? Apakah ini bagian dari upaya pengalihan isu yang lebih besar? Sikap Mahfud yang kini seolah mengambil posisi berseberangan dengan Budi Arie memunculkan spekulasi, mungkinkah ini adalah bagian dari pembersihan politik atau konflik kepentingan di tubuh elite pengambil kebijakan?
Masyarakat sipil mendesak Komdigi, penegak hukum, dan lembaga pengawasan untuk memastikan proses hukum berjalan transparan, tanpa tebang pilih, dan tidak dijadikan alat politik. Jika aktor utama dibiarkan bebas, dan justru pejuang digital difitnah, maka publik berhak curiga.
"Ada apa di balik upaya pengalihan isu ini? Apakah ada upaya bersih-bersih di kubu Mahfud dan elit partai ? Yang jelas nyata tersangka adalah team pemenangan Pilpres Ganjar Pranowo-Mahfud?" pungkasnya.