PK Mardani H Maming, Penegakan Hukum Harus Terbebas dari Pengaruh Politik
Jakarta –Jakarta- Mahkamah Agung atau MA tidak boleh mengintervensi dan wajib independen dalam memutuskan peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani H Maming. Pasalnya, penegakkan hukum harus terbebas dari segala bentuk pengaruh politik dan kekuasaan termasuk putusan dari peninjauan kembali (PK) Mardani H Maming.
Hal itu disampaikan Anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB Daniel Johan menanggapi kabar dugaan intervensi Ketua Majelis Hakim MA PK Mardani H Maming yakni Sunarto. Kabarnya, Ketua Majelis Hakim MA Sunarto diintervensi Bendum PBNU Gudfan Arif Ghofur untuk menerima putusan PK Mardani H Maming. Keduanya juga sama-sama berasal dari Madura, Jawa Timur.
Tak hanya itu dari kabar yang berkembang, pada rapat, Selasa,(3/9/2024), malam, Ketua Majelis Hakim Sunarto, tetap ngotot ingin menurunkan hukuman Mardani H Maming sementara dua hakim lainnya menolak. Hal ini membuat putusan MA terkait PK Mardani H Maming kembali ditunda.
“Hakim MA wajib independen, pegangannya hanya Undang-Undang (UU) dan sumpah jabatan,” kata Daniel Johan, Rabu, 4 September 2024.
Daniel Johan menilai, hukum dan keadilan di Indonesia bisa rusak apabila para majelis Hakim MA tidak independen dan dapat diintervensi untuk menerima peninjauan kembali atau PK yang diajukan eks Bendum PBNU ini.
“Bisa rusak hukum dan keadilan kalau tidak,” tegas Ketua DPP PKB ini.
Senada Daniel Johan, Akademisi bidang Hukum Universitas Esa Unggul Andri Rahmat Isnaini mengingatkan Majelis Hakim MA untuk berpijak kepada keadilan dan terbebas dari segala pengaruh politik dan intervensi kekuasaan yang ada dalam memutuskan peninjauan kembali atau PK Mardani H Maming.