Akademisi: Jaksa Agung Penuntut Umum Tertinggi di Indonesia

Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi
Sumber :

Jakarta – Peran Kejaksaan Agung Republik Indonesia sebagai pilar utama dalam sistem penegakan hukum dalam konteks penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi menerapkan kebijakan Single Prosecution System, hal ini memastikan seluruh jaksa bekerja di bawah satu kendali, yaitu Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi. Demikian diungkapkan dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Fachrizal Afandi.

UI Soroti Kejanggalan Putusan BANI Mitora vs Keluarga Cendana soal Pengelolaan Museum Soeharto di TMII

“Dasar hukum bagi pelaksanaan Single Prosecution System dapat ditemukan dalam UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, yang menetapkan Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi di Indonesia serta mengatur dimana seluruh proses penuntutan, termasuk penyidikan dalam tindak pidana khusus seperti korupsi, dikendalikan oleh Jaksa Agung. Kebijakan ini memberikan mandat kepada Jaksa Agung untuk mengawasi, mengarahkan, dan memastikan keterpaduan antara jaksa di berbagai tingkatan.” Paparnya

Selain itu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan juga memperkuat peran Jaksa Agung sebagai pengendali tunggal seluruh proses penuntutan di Indonesia, baik di bidang peradilan sipil maupun militer. Dalam konteks Single Prosecution System, Jaksa Agung memiliki otoritas untuk mengarahkan tindakan jaksa-jaksa di lapangan, sehingga menghindari adanya tumpang tindih atau tindakan tidak terkoordinasi.

Dugaan Kriminalisasi Lansia di Lampung Tengah, Pengacara Soroti Pergantian Ketua PN Gunung Sugih

“Dalam Single Prosecution System menegaskan bahwa seluruh tindakan jaksa, mulai dari penyidikan hingga penuntutan, harus sejalan dengan arahan Jaksa Agung yang bertindak sebagai pusat kendali seluruh proses hukum.” Katanya

Lebih lanjut Fachrizal menjelaskan bahwa selama ini Kejaksaan Agung sudah melakukan berbagai pembenahan dan perbaikan dalam menjaga integrasi, keterpaduan, dan koordinasi dalam pelaksanaan tugasnya terutama dalam penanganan perkara. Terbukti pada pemberantasan korupsi, dalam laporan Indonesian Corruption Watch (ICW) tahun 2022, setidaknya Kejaksaan Agung sudah menyidik 405 kasus korupsi dengan total kerugian negara mencapai Rp 39,2 triliun.

Penasihat Hukum Ungkap Dugaan Gratifikasi oleh Mantan Pejabat dalam Persidangan

“Jumlah kasus yang ditangani itu jauh lebih tinggi dibanding KPK dengan 36 kasus dan kepolisian sebanyak 138 kasus.” jelasnya

Selain itu, Kejaksaan Agung RI juga menyita aset seperti uang tunai, properti di luar negeri, serta kendaraan mewah dan jika ditotal seluruh aset memiliki nilai Rp21.141.185.272.031,90 dalam bentuk uang US$11.400.813,57, uang SG$646,04, serta properti di Singapura, Australia, dan berbagai tempat lainnya.

Halaman Selanjutnya
img_title