Mahasiswa Kupang Tegaskan Tolak Asas Dominus Litis, Ini Alasannya
Kupang – BEM Fakultas Hukum dan Politik Universitas Muhammadiyah Kupang menggelar seminar politik hukum dengan tema "Menimbang Ulang Penerapan Asas Dominus Litis dalam Perubahan KUHAP, Perspektif Politik dan Hukum" di Aula Utama Gedung B Universitas Muhammadiyah Kupang, Selasa 18 Februari 2025.
Kegiatan ini menghadirkan empat narasumber, yakni Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kupang, Sity Syahidah Nurani, pengamat politik Unwira Kupang, Mikhael Rajamuda Bataona, akademisi Hukum Undana Deddy R. Ch. Manafe, dan pengurus wilayah KAHMI NTT, Amir S. Kiwang.
Ketua BEM Fakultas Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Kupang, M. Rosadi Bahrudin menjelaskan seminar ini dilatarbelakangi oleh kajian internal mereka yang menemukan kejanggalan dalam perubahan KUHAP terkait penerapan asas Dominus Litis.
"Kami menemukan satu kejanggalan ketika kami mengkaji dan menganalisis perubahan asas KUHAP Dominus Litis," kata Rosadi.
Lebih lanjut, Rosadi menegaskan bahwa mahasiswa menolak perubahan KUHAP yang memberi wewenang lebih besar kepada Kejaksaan Agung.
"Kami takutkan Kejagung melalui perubahan ini membuat wewenangnya menjadi superbody yang ditakutkan akan menjadi ruang titipan-titipan oleh oknum tertentu dan menjadi gudang korupsi yang dapat mencederai hukum di Indonesia," lanjutnya.
Selain mengadakan seminar, BEM Fakultas Hukum dan Politik Universitas Muhammadiyah Kupang juga berencana menggelar aksi demonstrasi menolak perubahan asas Dominus Litis dalam revisi KUHAP tersebut.
Sementara itu, Sity Syahidah Nurani, menyampaikan bahwa perubahan KUHAP membawa dampak yang signifikan.
Dia menyoroti bahaya kewenangan absolut jaksa dalam sistem peradilan jika asas Dominus Litis tidak diawasi dengan ketat.
"Asas Dominus Litis menempatkan jaksa sebagai pengendali utama perkara pidana. Tanpa pengawasan yang ketat, asas ini berisiko membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan oleh jaksa," jelasnya.
Sementara itu, Mikhael Rajamuda Bataona menegaskan pentingnya diskusi publik mengenai asas ini sebelum diberlakukan.
"Asas Dominus Litis perlu diuji di ruang publik. Harus diperiksa manfaat baik dan buruknya oleh masyarakat karena pasal ini berkaitan langsung dengan kepentingan publik dalam mencari keadilan," ujarnya.
Mikhael juga mengingatkan bahwa kewenangan besar dalam sistem hukum harus selalu diawasi, mencontohkan bagaimana KPK yang dulu sangat kuat akhirnya diawasi oleh Dewan Pengawas karena adanya penyalahgunaan kekuasaan.
"Tujuan hukum adalah menghadirkan keadilan. Lalu, apakah negara bisa menjamin bahwa ketika sebuah lembaga hukum diberi kewenangan sangat besar dalam proses hukum, maka ia akan berlaku adil?," tanyanya.
Menurutnya, DPR yang menyusun perubahan KUHAP harus belajar dari sejarah bahwa pemusatan kekuasaan dalam satu lembaga cenderung menimbulkan potensi penyalahgunaan.
"Dalam prinsip ketatanegaraan kita berlaku asas trias politica, yang menekankan check and balance antara lembaga-lembaga negara. Jika asas Dominus Litis ini diberlakukan tanpa pengawasan, maka bisa terjadi pemusatan kewenangan yang menggoda orang-orang di dalam lembaga itu untuk bertindak sewenang-wenang," pungkas Mikhael.