Polri Diminta Tindak Tegas Oknum Polisi yang Intimidasi Pencari Bekicot di Grobogan

Pakar Hukum Pidana Boris Tampubolon
Sumber :

Jakarta Pakar Hukum Pidana Boris Tampubolon menyoroti sebuah video viral di media sosial mengenai dugaan salah tangkap terhadap Kusyanto, (38) seorang pencari bekicot di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Dalam video yang beredar terlihat Kusyanto diintimidasi dan dipaksa mengaku melakukan pencurian.

Korban Investasi Bodong Eddcash Sampaikan Terima Kasih Pemerintah, Harapkan Proses Hukum dan Hak Korban Dipercepat

“Saya sangat prihatin dan menyesalkan perbuatan oknum polisi dari Polsek Geyer tersebut. Menurut saya perbuatan oknum polisi yang melakukan intimidasi untuk mendapatkan pengakuan dalam video tersebut sangat tidak profesional dan jelas telah melanggar hukum,” kata Boris dalam keterangn yang diterima Minggu, 9 Maret 2025.

Praktisi Hukum Boris Tampubolon

Photo :
  • -
Kapolri Tegaskan Pentingnya Sinergi dan Kolaborasi dengan NU untuk Jaga Keamanan Nasional

Boris menilai, Polisi seharusnya menjalankan tugas dengan profesional, sesuai prosedur hukum dan menghormati hak asasi manusia. Hal ini, kata Boris, dinyatakan tegas dalam Pasal 5 huruf c Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri (Perkap 7/2022). 

“Bahwa Polisi wajib menjalankan tugas, wewenang dan tanggungjawab secara profesional, proporsional, dan prosedural. Dan Pasal 7 huruf a Perkap 7/2022 juga menyatakan, Polisi wajib menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia,” ujar Founder Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) itu.

Buntut Kasus Dugaan Penyuapan AKBP Bintoro, Akademisi Desak Reformasi Polri Segera Dilakukan

Boris mengingatkan bahwa perbuatan intimidasi untuk mengejar pengakuan adalah hal yang dilarang. Dia mengatakan, Polisi tidak boleh melakukan perbuatan-perbuatan intimidasi kepada siapapun untuk mengejar pengakuan. 

“Ini jelas diatur dalam Perkap Pasal 10 ayat 2 huruf e Perkap No. 7/2022 intinya menyatakan Polisi dilarang melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa, intimidasi dan atau kekerasan untuk mendapatkan pengakuan,” kata Boris

“Dinyatakan juga dalam Pasal 13 ayat 1 huruf a Perkap 8 tahun 2009 tentang Implementasi HAM bahwa Polisi dilarang melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan,” ujarnya

Boris mengatakan, perbuatan Oknum korps Bhayangkara yang tidak profesional akan mencoreng nama baik Polri. Bila perbuatan Oknum polisi sebagaimana diberitakan ini benar adanya, kata Boris, maka ini jelas sangat merugikan dan mencoreng nama baik Polri. 

“Hemat saya, Polri harus segera memproses oknum yang bersangkutan dan diberikan sanksi,” kata Boris

Hal ini, lanjutnya, guna membuktikan komitmen Polri kepada masyarakat, bahwa Polri tidak akan mentolerir sikap-sikap atau perbuatan anggotanya yang tidak profesional dan yang bertindak sewenang-wenang kepada masyarakat.

Boris juga mengataka, jika intimidasi terhadap Kusyanto itu benar, maka Polri secara Institusi harus minta maaf.

“Menurut saya, Polri juga secara institusi harus meminta maaf kepada korban salah tangkap tersebut untuk memulihkan nama baik korban. Bila perlu, Polri harus mengambil langkah-langkah pemulihan lainnya baik dari pemulihan traumanya ataupun ganti kerugian secara materi kepada korban,” ujar Boris