Jadi Korban Mafia Tanah, Prof Mokoginta Tulis Surat Terbuka untuk Presiden Prabowo
Jakarta – Guru Besar IPB Prof Ing Mokoginta, menjadi korban mafia tanah setelah tanah yang serharusnya menjadi haknya, kini telah dirampas oleh oknum yang bekerja sama dengan mafia hukum. Bukannya mendapatkan pembelaan ileh negara, Prof Mokoginta malah menjadi Pengemis Keadilan selama 7 tahun.
Atas kekecewaan tersebut, Mokoginta pun memutuskan untuk mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam suratnya, Mokoginta menyebut telah menempuh berbagai upaya hukum yang ada di negara ini.
“Semua lini peradilan sudah kami tempuh dari Pengadilan Tata Usaha Negara sampai Pengadilan Negeri dan hasilnya Pengadilan memenangkan hak kami, namun apa artinya kami tidak mendapatkan kemanfaatan dan keadilannya, kami tidak bisa menguasai tanah tersebut dan kami hanya bisa melihat tanah kami dikuasai oleh mafia tanah,” tulis Mokoginta dalam suratnya.
Mokoginta juga mengatakan bahwa dirinya telah melaporkan apa yang dialaminya ke Polri. Namun semuanya itu sia-sia.
“Dengan umur dan kondisi fisik, saya harus berjuang menghadapi ketidakadilan di Bareskrim Polri, begitu banyak alasan yang muncul dari penyidik yang menangani laporan polisi kami, Penyidik Unit III Subdit II Dittipidum mereka beralasan tidak memiliki anggaran untuk keberangkatan karena anggaran belum disetujui,” ujar Mokoginta.
Berikut isi lengkap surat terbuka Prof Mokoginta untuk Presiden Prabowo Subianto:
"Salam hormat Pak Presiden Prabowo Subianto
Semoga bapak sehat selalu.
Perkenalkan saya Prof.Ing Mokoginta, sudah berumur 80 Tahun yang dulunya seorang Guru Besar di IPB sekarang menjadi pengemis keadilan. Saya bersaudara sudah capek 7 Tahun mengemis-ngemis keadilan hanya untuk mempertahankan hak-hak kami.
Negara diam saat tanah kami dirampas.
Negara diam saat tanah kami dirampok.
Negara diam saat hak kami diambil oleh mafia tanah.
Semua lini peradilan sudah kami tempuh dari Pengadilan Tata Usaha Negara sampai Pengadilan Negeri dan hasilnya Pengadilan memenangkan hak kami, namun apa artinya kami tidak mendapatkan kemanfaatan dan keadilannya, kami tidak bisa menguasai tanah tersebut dan kami hanya bisa melihat tanah kami dikuasai oleh mafia tanah.
Hingga sekarang kami sudah di tahap Laporan Polisi, 4 Laporan Polisi selama 5 Tahun di Polda Sulut dengan 5 Kapolda tidak bisa memberikan kepastian dan keadilan kepada kami.
2 Tahun lalu tepatnya Agustus 2022 ada secercah harapan kembali muncul, Laporan Polisi Nomor LP / 541 / XII / 2020 / SULUT / SPKT ditarik ke Bareskrim Polri yang ditangani oleh Unit III Subdit II Dittipidum Bareskrim Polri dan Laporan Polisi Nomor LP/460/IX/SULUT/SPKT juga ditarik ke Bareskrim Polri yang ditangani oleh Subdit IV Dittipidum Bareskrim Polri. Namun itu menjadi awal saya menjadi Pengemis Keadilan di Mabes Polri.
Dengan umur dan kondisi fisik, saya harus berjuang menghadapi ketidakadilan di Bareskrim Polri, begitu banyak alasan yang muncul dari penyidik yang menangani laporan polisi kami, Penyidik Unit III Subdit II Dittipidum mereka beralasan tidak memiliki anggaran untuk keberangkatan karena anggaran belum disetujui, apakah harus dari anggaran pribadi saya baru perkara ini bisa berjalan, kemudian Penyidik Unit I Subdit IV Dittipidum sudah memanggil 3 ahli dan seluruh saksi namun juga tidak memberikan kepastian.