Pakar: Kejaksaan Tidak Boleh Menjadi Superbody dalam Penegakan Hukum

Edward Omar Hiariej (doc: Akbar Faizal Uncensored)
Sumber :

Jakarta – Peran kejaksaan dalam sistem peradilan pidana kembali menjadi sorotan menyusul potensi bahaya dari Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 11 Tahun 2021, tentang Kejaksaan. Sebab, RUU itu dapat memberikan kewenangan berlebihan kepada Korps Adhyaksa tersebut.

RUU Minerba Disahkan, Ormas dan UMKM Siap Bangkit Kelola Tambang Secara Legal untuk Kemaslahatan

Seiring dengan besarnya peran itu, muncul pertanyaan: ‘apakah kejaksaan berpotensi menjadi superbody yang menguasai seluruh proses peradilan pidana? ‘

Pakar Hukum Prof Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan dalam sistem peradilan pidana yang terintegrasi, setiap aparat penegak hukum memiliki peran dan kewenangan masing-masing. 

Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Tiga RUU Ini, Dinilai Membuat Indonesia Suram

Polisi bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan, jaksa berwenang menuntut, hakim mengadili, sementara advokat dan lembaga pemasyarakatan juga menjalankan fungsi spesifik dalam penegakan hukum. 

Oleh karena itu, meskipun kejaksaan memiliki peran sebagai pengendali perkara, tetap harus dijaga prinsip diferensiasi fungsional agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.

Korupsi Kakap di Pertamina Terbongkar, Bukti Hukum Ditegakkan

"Bukan berarti jaksa harus mengambil kewenangan penyidikan yang dimiliki oleh Polri. Tetapi dia melakukan koordinasi. Koordinasi itu bukan koordinasi vertikal. Tetapi koordinasi horizontal," kata Eddy melansir Podcast Akbar Faizal Uncensored bertajuk 'Rebutan' Kewenangan Penyidikan Polri - Kejaksaan dalam KUHAP: Kejaksaan Menuju Superbody? Minggu 2 Maret 2025.

Dalam konteks pengawasan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan memiliki mekanisme seperti penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), P-16, dan P-19. 

Halaman Selanjutnya
img_title