Kriminalisasi Pengacara Hafidz Halim Kembali Mencuat, Diduga Ada Kesaksian Palsu hingga Konspirasi Oknum

Dok. Istimewa
Sumber :

JakartaKasus kriminalisasi yang menjerat seorang pengacara muda, M. Hafidz Halim, S.H., kembali menyita perhatian publik. Perkara yang sempat tenggelam sejak 2022 itu kini kembali mencuat, menyusul munculnya dugaan kuat adanya kesaksian palsu dalam proses hukum yang menjerat Hafidz.

Observo Center Prihatin Program Makan Bergizi Gratis Dicemari Oknum ‘Sengkuni’ di Internal BGN

Hafidz, yang kala itu masih berstatus magang, divonis atas dugaan penggunaan surat magang palsu. Namun, belakangan muncul fakta bahwa keterangan yang digunakan sebagai dasar dakwaan diduga tidak benar dan berasal dari dua petinggi organisasi advokat tempat Hafidz bernaung, yakni Aspihani Ideris dan Wijiono.

Keduanya diduga memberikan keterangan yang tidak akurat di Pengadilan Negeri Kotabaru. Bahkan, tim hukum dari BASA REKAN kini tengah menyiapkan langkah hukum untuk melaporkan dugaan kesaksian palsu tersebut.

Kornas Kawan Indonesia Minta Masyarakat Waspadai Oknum Klaim Jenderal dan Pejabat Tawari Lahan Sitaan Negara

Fakta Persidangan Diungkap, Ada Pengakuan Janggal

Dalam salinan putusan Pengadilan Negeri Kotabaru Nomor 165/Pid.B/2022/PN Ktb tertanggal 2 November 2022, Aspihani disebut sebagai Ketua LBH Lekem Kalimantan dan Wijiono sebagai sekretaris. Pernyataan ini kemudian dijadikan landasan untuk menyudutkan Hafidz dalam dakwaan Pasal 263 ayat (2) tentang pemalsuan surat.

Kornas Kawan Indonesia Desak Polisi Tindak Oknum HS yang Ngaku Jenderal BIN

Namun, Hafidz membantah keras. Ia menyebut, selama ia bergabung sebagai paralegal di LBH Lekem, tidak pernah ada nama Wijiono dalam struktur organisasi. Ia menegaskan bahwa sejak 2012 hingga 2022, LBH Lekem dipimpin oleh Badrul Ain Sanusi Al-Afif, bukan Aspihani, yang kala itu justru menjabat sekretaris.

Ironisnya, Wijiono menunjukkan surat pernyataan yang ditandatangani bersama Aspihani dalam persidangan, seolah hendak memperkuat legitimasi mereka. Namun surat itu disebut tak pernah melalui mekanisme formal seperti rapat pengurus atau akta notaris.

Halaman Selanjutnya
img_title