Keluarga Cendana Diminta Klarifikasi soal Museum Soeharto yang Terbengkalai
Jakarta – Yayasan Purna Bhakti Pertiwi (YPBP) diketahui telah mengakui utang sebesar 104 miliar rupiah kepada PT Mitora melalui dokumen resmi. Pengakuan tersebut tertuang dalam Surat Tugas No. 01/Pem-YHK/ST/VI/2019 tertanggal 3 Juli 2019.
Utang ini disebut terkait pengelolaan lahan dan aset, termasuk Museum Purna Bhakti Pertiwi, yang hingga kini berada dalam kondisi tidak beroperasi.
Executive Assistant Director PT Mitora, Deny Ade Putera, dalam keterangannya menjelaskan bahwa menghormati pengakuan utang yang sudah dituangkan secara resmi oleh Yayasan Purna Bhakti Pertiwi.
Namun, hingga saat ini, belum ada tindak lanjut konkret dari pihak yayasan mengenai penyelesaian utang tersebut maupun terkait kondisi Museum Purna Bhakti Pertiwi.
"Penutupan museum ini menimbulkan banyak pertanyaan dari publik, mengingat nilai sejarahnya yang erat kaitannya dengan era pemerintahan Soeharto," ujar Deny.
Ia juga berharap pihak yayasan memberikan klarifikasi atas status museum tersebut, termasuk alasan di balik penutupan dan bagaimana rencana ke depannya.
Museum yang sebelumnya menjadi simbol sejarah masa pemerintahan Soeharto ini kini terbengkalai, memicu spekulasi publik terkait tanggung jawab pengelolaannya.
Kejelasan dari pihak keluarga Cendana dan yayasan sangat dinantikan, baik mengenai penyelesaian utang maupun masa depan museum yang selama ini dianggap memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia.
Di sisi lain, perkara hukum terkait utang ini juga semakin memanas. Kuasa hukum Mitora, OC Kaligis, telah mengajukan upaya hukum untuk membatalkan Putusan BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) yang dinilai penuh kejanggalan.
Dalam proses hukum yang saat ini berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, OC Kaligis menegaskan bahwa putusan BANI tersebut mengandung ketidaksesuaian hukum dan fakta.
"Putusan BANI tersebut tidak mencerminkan keadilan dan ada banyak kejanggalan dalam prosesnya. Kami telah mengajukan upaya pembatalan di PN Jakarta Pusat agar perkara ini bisa diselesaikan secara transparan dan adil," ujar OC Kaligis dalam pernyataannya.
Proses hukum ini menunjukkan bahwa persoalan utang antara YPBP dan Mitora tidak hanya soal tanggung jawab finansial, tetapi juga melibatkan aspek legal yang lebih kompleks.
"Dengan kasus yang terus bergulir, publik semakin mendesak adanya klarifikasi terbuka dari pihak keluarga Cendana dan yayasan terkait langkah penyelesaian utang dan nasib Museum Purna Bhakti Pertiwi," ujar OC Kaligis.